Hidayatullah.com- Pada jamuan perpisahan Konferensi Liga Parlemen Al-Quds hari Ahad malam, Ketua Umum Partai Keadilan Rakyat (PKR) Dr Anwar Ibrahim mengatakan Palestina butuh tindakan nyata bukan retorika. Sebab agenda retoris tidak dapat diterima, karena tidak akan memperbaiki keadaaan di Palestina saat ini.
“Kita harus menggunakan Liga Parlemen Al-Quds untuk terus melibatkan pemerintahan negara Muslim yang tidak terwakili (di Liga) untuk mengusulkan posisi mereka sebenarnya, sebab kecenderungan retoris yang tidak dapat diterima dan komitmen serta tindakan yang jelas (untuk diambil),” katanya dikutip Bernama, Malaysia, hari Ahad (09/02/2010).
Keadilan bagi sesama Muslim perlu ditafsirkan dengan komitmen, dan bukan dengan retorika saja, katanya.
“Jika saya diberi kesempatan untuk mengatakan, saya ingin memohon kepada semua pemerintah Negara Islam, kami sebagai negara Muslim memiliki kekuatan dan orang-orang kami (Muslim) menghadapi ketidakadilan,” katanya dalam Konferensi Liga Parlemen Al-Quds (LP4Q) Ketiga di Malaysia.
Dia mengatakan lebih banyak pemimpin yang berbicara untuk menuntut keadilan bagi Palestina diperlukan untuk upaya tersebut.
Anwar menggambarkan rencana Kesepakatan Damai Abad Ini yang digagas Presiden AS Donald Trump dan Israel adalah buah pikiran Trump itu sendiri, tidak mewakili sebagian besar orang AS.
“Apa yang disebut rencana perdamaian bukan dari Amerika Serikat sendiri, tetapi itu adalah pikiran Trump sendiri.
Karena itu, ia mengatakan komunitas Malaysia dari berbagai latar belakang agama mendukung perjuangan Palestina untuk menuntut hak-hak mereka yang telah dirampok Israel selama hampir 70 tahun.
“Semua lapisan masyarakat mendukung perjuangan Palestina untuk hak dan kedaulatan mereka,” kata Anwar.
Sementara itu, PM Malaysia Dr Mahathir Mohamad dalam pertemuan itu melakukan kritik pedas terhadap Deal of The Century (Kesepakatan Abad Ini) yang dibuat AS dan Israel. Gagasan itu disebutnya hanya terus melanjutkan kebijakan apartheid dan pejajahan di Palestina.
“Adalah tugas dan tanggung jawab kita untuk menjadi lebih kuat ketika negara-negara besar yang menyatakan diri mereka sebagai pembela keadilan dan kebebasan memilih untuk tetap diam saat kekejaman terjadi.
“Dengan kata lain, jika kita memilih untuk tetap diam, pembunuhan Israel ada di tangan kita,” kata pemimpin Malaysia itu.
Mahathir mengatakan negaranya akan selalu mendukung Palestina dan kebijakan luar negeri terhadap negara itu, tidak berubah sejak kemerdekaan Malaysia.
“Sementara Malaysia ingin bersahabat dengan semua negara dan menghormati kedaulatan mereka terlepas dari kepercayaan ideologis, kita harus terus menyuarakan dan memerangi ketidakadilan dan membela hak-hak kaum tertindas,” katanya.
Sebelumnya, hari Sabtu, Mahathir Mohamad sempat menyarankan agar Donald Trump mengundurkan diri setelah proposal ‘perdamaian’ yang disebutnya ‘Deal of The Century’ ditolak oleh Palestina dan sekutunya.
“Saya berharap rakyat Amerika akan membuat keputusan yang lebih baik,” dalam pidato utama di Konferensi Liga Parlemen untuk Al-Quds (LP4Q) di Selangor, Malaysia hari Sabtu (08/02/2020).
Merek Sama
Sementara itu, Menteri Perdagangan Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail yang juga Ketua Komite Eksekutif Liga Parlemen al-Quds ketiga, mengatakan rencana perdamaian di Asia Barat yang disebut ‘Kesepakatan Abad Ini’ hanyalah penindasan Israel terhadap Palestina dengan merek ulang dengan efek yang sama, dan tetap menyebabkan penderitaan bagi rakyat Palestina.
Karena itu ia mengatakan perjuangan untuk kemerdekaan Palestina harus terus berlanjut dan tidak boleh ‘terhalang’ dengan adanya rencana perdamaian Amerika Serikat (AS).
Dia mengatakan Malaysia juga senang dengan keputusan Liga Arab, Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menolak perjanjian itu, menunjukkan kepada masyarakat global untuk melihat dan mendengar kesengsaraan Palestina.
“Tidak ada kesepakatan ketika kesepakatan itu buruk. Malaysia bersikukuh dengan Liga Arab, OKI, dan PBB yang telah mengambil langkah tegas dalam menolak rencana tersebut.
“Penindasan dengan nama lain, termasuk ‘Kesepakatan Abad Ini’ tidak kalah menyakitkan bagi yang tertindas,” katanya pada Konferensi Liga Parlemen al-Quds ketiga.
Saifuddin, mengatakan perjanjian tidak akan mungkin jika hanya di satu sisi dan di bawah paksaan yang menyebabkan ketakutan terus-menerus terhadap yang tertindas.
“Sepertinya seorang pencuri melarikan barang-barang korban, tetapi mengembalikan sisanya dan mengklaim mereka diberi kompensasi,” katanya.
Dia mengatakan bantuan internasional ke Palestina harus diizinkan dan tekanan pada organisasi bantuan seperti PBB harus dihentikan untuk memungkinkan warga Palestina menerima layanan kesehatan dan pendidikan.
“Kita harus menjaga kesejahteraan rakyat Palestina karena kesehatan, pendidikan, dan kehidupan sehari-hari mereka. Fasilitas dasar perlu dibangun kembali.”
Konferensi dua hari yang berakhir hari Ahad diselenggarakan oleh LP4Q di bawah naungan Parlemen Malaysia dengan dukungan dari beberapa organisasi termasuk Angkatan Pemuda Islam Malaysia (ABIM) dan Organisasi Kebudayaan Palestina Malaysia (PCOM).
Sebanyak 700 anggota Parlemen Dunia direncanakan hadir di Liga Liga Parlemen untuk Konferensi Al-Quds (LPAQ) di Kuala Lumpur kemarin. Turut hadir adalah Wakil Perdana Menteri Dr Wan Azizah Wan Ismail, Presiden LPAQ Syeikh Hamid Abdullah Al-Ahmar, dan Menteri Perdagangan Dalam Negeri dan Urusan Konsumen, Datuk Seri Saifuddin Nasution.
Malaysia mendapat kehormatan untuk menjadi tuan rumah konferensi untuk pertama kalinya, setelah dua konferensi sebelumnya diadakan di Istanbul, Turki pada 2016 dan 2018.*