Hidayatullah.com–Sejak awal merebaknya wabah coronavirus, pekerja di seluruh dunia mencari cara untuk melindungi diri mereka dari virus mematikan itu tanpa kehilangan pekerjaan. Mereka juga khawatir tentang kompensasi yang dapat diklaim apabila mereka jatuh sakit atau diperintahkan untuk tinggal di rumah. Beruntung bagi pekerja di Prancis, sebab ada hukum yang melindungi mereka.
Sudah sepekan pemuda berusia 27 tahun bernama Laggoun dan sekitar 200 pengemudi lain di perusahaan tempatnya bekerja menolak mengemudikan kendaraan bus mereka, meskipun majikan menentang sikap mereka.
“Kami berhadap-hadapan langsung dengan pelanggan,” kata Laggoun. “Kami takut.”
Bus-bus mereka diam di garasi, sementara para sopir menghabiskan waktu kerja mereka di sebuah ruangan di depo. Mereka tetap digaji penuh, berkat undang-undang yang disahkan semasa pemerintahan sosialis pimpinan Presiden Francois Mitterrand.
Sebagian guru Prancis juga menggunakan hak untuk berhenti bekerja atau meninggalkan tempat kerja. Sementara Museum Louvre sempat ditutup dua hari karena stafnya menolak bekerja sampai manajemen mengambil sejumlah tindakan untuk mengurangi risiko pekerja terinfeksi coronavirus.
Laggoun mengatakan dia memiliki seorang putri berusia 1 tahun yang memiliki gangguan pernapasan. “Apabila saya membawa [virus] itu ke rumah, saya bisa kehilangan putri saya,” ujarnya membela sikapnya.
Laggoun, seorang perwakilan dari serikat pekerja CFDT, mengatakan staf meminta pihak manajemen agar memasang pembatas tembus pandang yang memisahkan pengemudi dengan penumpang, membagikan sarung tangan dan masker atau menggratiskan ongkos sehingga sopir tidak lagi harus menerima/mengembalikan uang penumpang.
“Belum satupun tuntutan itu yang dipenuhi,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa majikannya, perusahaan transportasi Keolis Meyer, hanya menyediakan gel beralkohol untuk pembersih tangan dalam jumlah sedikit.
Perusahaan induk Keolis mengatakan mereka yang mangkir kerja hanya 0,5% dari total sopirnya, dan perusahaan mengikuti arahan Kementerian Kesehatan guna mencegah penularan virus.
Berdasarkan UU di Prancis, majikan tidak dapat memecat pekerjanya atau menahan gajinya selama pekerja memberitahukan terlebih dahulu bahwa mereka akan mangkir atau mogok disebabkan kondisi yang membahayakan kesehatan mereka.
Apabila diperselisihkan, halim yang akan memutuskan apakah kekhawatiran pekerja itu bisa diterima hukum.
“Kementerian kesehatan, ketenagakerjaan dan transportasi sudah menyatakan dengan jelas bahwa pada tahap wabah coronavirus saat ini, hak untuk mangkir bekerja tidak dibenarkan,” kata Keolis kepada Reuters.
Sementara itu di kawasan Oise di sebelah utara Paris, di mana terdapat sejumlah kasus Covid-19, sebanyak 40 guru sekolah mangkir kerja pekan lalu, menurut Guillaume Gressier, seorang perwakilan dari serikat pekerja SNUipp-FSU.
Perwakilan pekerja di RATP, jaringan transportasi urban di Paris, sudah berbicara dengan pihak manajemen perihal bahaya coronavirus bagi anggotanya. “Sejauh ini kami sudah membicarakan kemungkinan mangkir, tetapi situasinya bisa berubah cepat,” kata Frederic Ruiz dari serikat pekerja CFE CGG.
Negara-negara lain juga sudah meratifikasi konvensi internasional tentang hak mangkir dari pekerjaan seperti di atas, tetapi sepertinya hanya Prancis yang sering menerapkannya.*