Hidayatullah.com—Di tengah kemunculan wabah coronavirus gelombang kedua seluruh wilayah kota Melbourne, Australia, diperintahkan menjalani lockdown kembali selama 6 pekan.
Namun, bagi 3.000 orang penghuni sebuah kawasan rumah susun di kota itu aturan lockdown yang diberlakukan atas mereka sejak hari Sabtu (4/7/2020) jauh lebih ketat. Tidak seperti warga Melbourne lain, pemukim di sembilan tower rumah susun tersebut tidak boleh keluar rumah tanpa alasan, dan mereka dikawal anggota kepolisian.
Aturan “detensi” bagi para penghuni rumah susun di daerah pinggiran Flemington dan North Melbourne itu dirancang untuk meredam penyebaran coronavirus yang ditemukan di sejumlah bangunan kompleks rumah susun tersebut.
Itu merupakan aturan karantina wilayah terberat di Australia sejauh ini.
Ratusan anggota kepolisian dikerahkan ke lokasi rumah-rumah susun itu, segera setelah perintah karantina “rasa penjara” itu diumumkan lewat televisi oleh kepala pemerintahan negara bagian Victoria Daniel Andrews.
Rupanya banyak orang penghuni rumah susun yang tidak mengetahui perintah karantina itu. Mereka yang berusaha meninggalkan rumah langsung dihentikan langkahnya oleh polisi.
Setelah kabar tentang karantina tersebut meluas, kepanikan lantas muncul di kalangan warga. Surat pemberitahuan resmi tentang lockdown itu kemudian dikirim ke penghuni rumah, mengatakan bahwa mereka hanya dikarantina selama 5 sampai 14 hari.
Hal yang paling membuat penghuni rusun kesal dan marah adalah mereka sebelumnya tidak mendapatkan perhatian. Sebagian bahkan mengaku mengetahui ketentuan karantina itu dari televisi.
“Begitu kepala wilayah mengumumkannya, langsung ada polisi yang memberitahu bahwa kami tidak boleh pergi. Orang-orang terkejut dan merasa tersakiti, mereka berpikir: ‘Ya ampun, kesalahan apa yang kami lakukan?’” kata Dima Abdu, seorang mahasiswa yang tinggal di salah satu rusun kepada BBC.
Kebanyakan penduduk rumah susun tersebut adalah kaum ekonomi lemah dan berlatar belakang bahasa non-Inggris. Sebagian besar dari mereka adalah migran, termasuk di antaranya datang ke Australia sebagai pengungsi, dari wilayah Afrika, Vietnam dan China. Banyak di antara pemukim di kompleks itu keluarga-keluarga muda dan pensiunan.
Andrews menyebut sebagian warga yang tinggal di rumah susun tersebut termasuk kelompok masyarakat “paling rentan”.
Para pejabat negara bagian mengatakan mereka memasok kebutuhan pangan dan kebutuhan esensial penghuni rumah rusun. Namun, masalahnya suplai barang adakalanya ditinggal begitu saja di tangga atau lantai bawah tanpa ada pemberitahuan.
Pejabat-pejabat kesehatan mengatakan karantina super ketat itu harus dilakukan sebab penularan Covid-19 di kompleks rumah susun itu sangat tinggi. Sejak hari Sabtu, sudah 75 kasus infeksi Covid-19 ditemukan di sana, lansir BBC Rabu (8/7/2020).
Dikarenakan hanya ada satu lift dan ruang jalan yang sempit, seorang pejabat senior kesehatan mengatakan situasi rumah-rumah susun itu bak “sebuah kapal pesiar vertikal”.*