Hidayatullah.com—Prancis merepatriasi 10 anak-anak dari warga negara Prancis yang bergabung dengan kelompok bersenjata Muslim dari Suriah pada Ahad malam (21/6/2020).
Bocah-bocah itu sebelumnya tinggal di sejumlah kamp pengungsi yang dikelola pasukan Kurdi di bagian timur laut Suriah.
Tidak diketahui di mana pesawat yang membawa anak-anak itu mendarat dan tidak diketahui pula ke mana mereka dibawa sesampainya di Prancis, lansir Euronews Senin.
“Anak-anak ini telah diserahterimakan ke otoritas hukum Prancis,” kata Kementerian Luar Negeri Prancis, seraya menambahkan bahwa mereka akan dirawat oleh dinas sosial dan menjalani pemeriksaan medis.
Paris mengucapkan terima kasih kepada administrasi semi-otonom Kurdi di bagian timur laut Suriah atas “kerja samanya” dalam upaya repatriasi anak-anak belia dan rentan tersebut, seraya menegaskan bahwa pemulangan anak-anak itu ke Prancis dilakukan secara legal dan sepengetahuan dari pejabat-pejabat dan otoritas setempat.
Setelah kelompok ISIS alias Daesh alias IS kehilangan daerah pertahanan terakhirnya di Baghouz pada Maret 2019 Prancis membawa pulang 28 anak-anak dari Suriah, lima anak dibawa pulang pada bulan Maret 2019, 12 anak dibawa pulang pada Juni 2019 dan seorang anak perempuan penderita gangguan jantung dipulangkan dari Suriah pada April tahun ini.
Sekitar 300 anak dari warga Prancis yang bergabung dengan milisi di Suriah, sekarang ini berada di kamp Al-Hol dan Roj, menurut Famillies Unis, sebuah organisasi peduli hak asasi manusia asal Prancis yang sejak lama menyerukan repatriasi anak-anak itu serta ibu mereka.
Repatriasi anak-anak yang bukan yatim justru lebih sulit karena mereka harus mendapat otorisasi dari ibunya.
Pada tahun 2019, sebanyak 371 anak dilaporkan meninggal dunia di kamp Al-Hol, menurut organisasi Bulan Sabit Merah Kurdi dalam laporan bulan Januari.
Otoritas Kurdi di Suriah mengklaim menahan sekitar 12.000 warga asing, termasuk 4.000 wanita dn 8.000 anak-anak di tiga kamp di bagian timur laut Suriah. Kebanyakan dari mereka berada di kamp Al-Hol.
Di kamp-kamp tersebut dikabarkan terdapat sekitar 150 orang dewasa warga Prancis, pria dan wanita, tetapi pemerintah Prancis keberatan merepatriasi mereka orang-orang itu karena mereka dianggap sebagai pendukung ISIS.
Otoritas Kurdi berulang kali menyeru agar pemerintah berbagai negara merepatriasi warga mereka yang ditahannya, karena pasukan Kurdi tidak menjamin akan dapat terus mengamankan mereka lebih lama lagi. Seruan itu digemakan oleh Amerika Serikat yang khawatir para tahanan itu akan kabur dan membuat masalah dan melakukan aksi terorisme di berbagai tempat atau negara.
Menurut Center for Terrorism Analysis (CAT), sebanyak 13 anggota milisi Muslim, termasuk Hayat Boumedienne, istri dari Amedy Coulibaly (salah satu pelaku serangan teror di Paris Januari 2015) berhasil melarikan diri dari kamp-kamp mereka.*