Hidayatullah.com—Normalisasi hubungan diplomatik antara ‘Israel’ dan Uni Emirat Arab (UEA) dinilai dapat membuka jalan bagi lebih banyak penjualan senjata AS dengan Negara Arab, kata para ahli. Amerika mengabarkan, setelah UEA dimungkinkan banyak Negara Arab lain mengikuti jejak ini.
‘Israel’ dan UEA mengumumkan pada Kamis (13/8/2020) bahwa kedua belah pihak akan memulihkan hubungan diplomatik seperti biasa dan menjalin hubungan baru yang luas di bawah perjanjian yang dimediasi oleh Presiden AS Donald Trump. Normalisasi tersebut menjadikan UEA termasuk negara Arab ketiga setelah Mesir dan Yordania yang menandatangani perjanjian semacam itu dengan ‘Israel’, yang telah menikmati akses khusus ke penjualan senjata AS.
Dalam wawancara National Public Radio pada hari Jumat (14/8/2020), Duta Besar AS untuk Israel David Friedman mengatakan bahwa “semakin UEA menjadi sekutu ‘Israel’, menjadi sekutu regional Amerika Serikat, menurut saya hal itu jelas mengubah penilaian ancaman dan dapat menguntungkan UEA ” terutaman terkait penjualan senjata di masa depan.
Amerika Serikat menjamin bahwa ‘Israel’ menerima senjata AS yang lebih canggih daripada yang didapat dari negara-negara Arab, memberikannya apa yang dilabeli “Keunggulan Militer Kualitatif” atas tetangganya. Salah satu contohnya adalah Jet F-35 buatan Lockheed Martin Co yang digunakan oleh ‘Israel’ selama pertempuran, tetapi UEA saat ini tidak dapat membelinya.
David Makovsky, Direktur Proyek Hubungan Arab-Israel di lembaga think tank Washington Institute for Near East Policy mengatakan kepada Reuters bahwa kesepakatan itu adalah “kemenangan bagi UEA. Tidak diragukan lagi hal ini akan memenuhi syarat untuk penjualan militer yang tidak dapat diperolehnya karena pembatasan “Keunggulan Militer Kualitatif” karena takut teknologi tertentu dapat digunakan untuk melawan Israel.”
Pada bulan Mei, Departemen Luar Negeri AS menyetujui kemungkinan penjualan hingga 4.569 kendaraan lapis baja Mine Resistant Ambush Protected (MRAP) bekas ke UEA seharga 556 juta AS Dolar. Anggota parlemen AS telah mencoba menghalangi rencana pemerintah Trump dalam penjualan senjata, terutama ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, untuk menekan mereka akibat meningkatkan catatan hak asasi manusia mereka dan berbuat lebih banyak untuk menghindari korban sipil dalam kampanye udara melawan pemberontak Syiah al-Houthi yang didukung Iran dalam perang di Yaman.*