Hidayatullah.com—Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan masalah ‘Israel’-Palestina tidak akan diselesaikan kecuali ada “penyelesaian yang adil” bagi Palestina. Apalagi menurut Khan jika kesepakatan dilakukan sepihak, bahkan lebih banyak negara memutuskan untuk mengakui ‘Israel’.
“Kesepakatan sepihak apa pun yang akan diberlakukan pada Palestina tidak akan berhasil,” kata Khan setelah dia ditanya tentang normalisasi hubungan baru-baru ini antara Uni Emirat Arab dan ‘Israel’, lapor Al Jazeera.
Dalam wawancara luas dengan Talk to Al Jazeera, Perdana Menteri Pakistan mengatakan Israel harus “menyadari ini: bahwa jika mereka tidak mengizinkan Palestina untuk memiliki kesepakatan yang adil, negara yang layak, masalah ini tidak akan mereda.” “Bahkan jika negara-negara lain mengakuinya, itu tidak akan mereda, masalah akan terus memburuk. Ini adalah kepentingan ‘Israel’ bahwa harus ada penyelesaian yang adil,” tambah Khan.
Bulan lalu, dalam sebuah wawancara TV lokal, Khan mengatakan Pakistan tidak akan mengakui ‘Israel’ sampai ada negara Palestina yang dapat diterima oleh rakyat Palestina. Khan mengatakan jika Pakistan menerima ‘Israel’ dan mengabaikan penindasan terhadap Palestina, “kami juga harus menyerahkan Kashmir”, menambahkan bahwa ini bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan Pakistan.
Sejarah Normalisasi Arab-‘Israel’
Tahun lalu India mencopot stastus otonomi wilayah Kashmir yang dikelola India, membuat marah Pakistan. Wilayah Himalaya yang mayoritas Muslim secara penuh diklaim oleh Pakistan, tetapi kenyataannya negera tersebut hanya mengelola sebagian.
UEA pada 13 Agustus menjadi negara Teluk Arab pertama – dan ketiga di Timur Tengah setelah Mesir dan Yordania – yang mencapai kesepakatan mengenai normalisasi hubungan dengan ‘Israel’. Hal ini telah menutup kontak rahasia antara kedua negara dalam perdagangan dan teknologi selama bertahun-tahun.
Pada hari Senin (31/08/2020), delegasi tingkat tinggi dari Zionis dan AS tiba di UEA. Kunjungan resmi ini dilakukan melalui penerbangan langsung pertama antara negara-negara Timur Tengah, untuk memberikan sentuhan akhir pada pakta kontroversial tersebut.
Palestina telah mengutuk kesepakatan itu sebagai “tikaman dari belakang dan pengkhianatan atas perjuangan rakyat Palestina. Turki mengancam akan menangguhkan hubungan dengan UEA setelah normalisasi diumumkan.
Pada hari Rabu (02/09/2020), Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani mengatakan kepada penasihat senior dan menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner, bahwa Doha tetap berkomitmen pada Prakarsa Perdamaian Arab 2002. Dalam prakarsa tersebut, negara-negara Arab menawarkan normalisasi hubungan dengan ‘Israel’ dengan imbalan negara yang berdaulat bagi Palestina dengan Yerusalem Timur (AL-QudsI sebagai ibu kota. Prakarsa itu juga menuntut penarikan penuh negara penjajah tersebut dari wilayah yang direbut dalam Perang Timur Tengah 1967.*