Hidayatullah.com- Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (MA) Aco Nur menilai ketahanan keluarga kalangan Islam tidak banyak terpengaruh pandemi Covid-19. Walaupun pandemi menggerus perekonomian keluarga, tapi tidak menyurutkan semangat umat untuk mengeratkan keluarga. Ketahanan keluarga Muslim dinilai masih kuat.
“Berangkat dari data yang ada, saya menilai masih banyak harapan bagi umat Islam mempertahankan keluarganya, walaupun keadaan Covid-19 yang berefek pada pendapatan yang hilang, sehingga rumah tangga terus berkurang pendapatannya,” ujarnya saat mengisi acara Webinar Nasional Komisi Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga (PRK) Majelis Ulama Indonesia bertema “Masalah dan Solusi Perceraian di Indonesia” kemarin dirilis MUI pada Jumat (04/09/2020).
Aco Nur mengatakan, perceraian dampak pandemi Covid-19 tidak signifikan di Indonesia. Memang tetap ada kenaikan tingkat perceraian, namun itu tidak signifikan dikarenakan pandemi.
“Bertumpuknya para pencari keadilan di Pengadilan Agama itu akibat PSBB dan sarana prasarana yang ada berkurang kapasitasnya, kursi berjumlah 100 tidak boleh diisi semua, maka mereka menunggu di luar pengadilan, maka terlihat menumpuk,” jelas Aco Nur.
Memang, disebutkan bahwa media di luar negeri memberitakan di sejumlah negara terjadi kenaikan tingkat perceraian, entah dikarenakan faktor ekonomi ataupun pertikaian pasangan. Sejumlah kalangan juga menilai di Indonesia terjadi hal serupa seiring dengan keadaan ekonomi yang diprediksi memasuki resesi.
Ketahanan keluarga kalangan Islam tidak banyak terpengaruh pandemi Covid-19 dinilai berdasarkan data pendaftaran perceraian yang jumlahnya tak signifikan.
Menurut Aco Nur, data pendaftaran perceraian (gugat maupun talak) pada bulan Januari dan Februari meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada bulan Januari jumlahnya 58.554, meningkat dari 56.813 di tahun sebelumnya. Sementara di bulan Februari 2020, jumlahnya 40.472 meningkat dari 39.381 di tahun sebelumnya. Padahal pada dua bulan itu, Covid-19 belum dikatakan melanda Indonesia.
Sejumlah kalangan memang menilai jumlah perceraian sangat tinggi pada bulan Juni 2020 sebab mencapai 57.750. Angka ini naik drastis kalau dibandingkan tahun 2019 yang “cuma” 37.048 perceraian. Tapi, kata Aco Nur, angka pendaftaran perceraian yang sifnifikan pada bulan Juni itu dikarenakan penumpukan pendaftaran. Sebab, pada Maret sampai Mei, pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan MA ikut menjalankan itu. Dampaknya, setelah masuk era kenormalan baru dan kuota pendaftaran kembali normal, ada limpahan pendaftaran dari bulan sebelumnya.
“Jangan terpengaruh bahwa dengan Covid-19 ini masyarakat Islam mengambil langkah drastis, efek perceraian akibat pandemi tidak besar, paling hanya dua persen. Kita bersyukur bahwa umat Islam mampu mempertahankan keluarga di tengah pandemi,” ujarnya.*