Hidayatullah.com–Turki akan memiliki konstitusi yang komprehensif, jelas, demokratis dan liberal untuk dipandu di abad mendatang, Presiden Recep Tayyip Erdogan menyatakan pada hari Kamis di tengah perdebatan untuk konstitusi sipil baru untuk Turki.
Hal ini disampaikan Erdogan selama pertemuan kepala provinsi Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) yang berkuasa melalui tautan video.
Ia menyatakan bahwa di antara reformasi terbaru, tawaran untuk konstitusi baru adalah yang paling signifikan.
“Kami akan mewujudkan konstitusi yang menyeluruh, eksplisit, demokratis, dan liberal yang akan memandu negara Turki hingga abad mendatang,” kata Presiden Recep Tayyip Erdogan selama rapat Partai AK, Kamis (5/3).
Erdogan mengatakan di antara reformasi Turki, konstitusi baru adalah hal yang paling krusial.
Bulan lalu, Erdogan mendesak semua partai politik untuk berpartisipasi dalam penyusunan konstitusi baru.
“Kami adalah pihak yang benar-benar mengubah wajah demokrasi dan ekonomi negara kami dengan banyak reformasi yang kami sebut revolusi sunyi,” katanya dikutip Anadolu Agency.
Namun seorang analis Turki, Mereve Şebnem Oruc mengatakan, pernyataan Erdogan hanya diplomasi di tengah kecemasan dunia pemimpin AKP itu akan menghidupkan kembali Kekhalifahan Ustmaniyah (Ottoman).
“Seperti yang telah saya bahas di kolom saya sebelumnya, tuduhan yang mengklaim bahwa Presiden Recep Tayyip Erdogan mencoba menghidupkan kembali Kekhilafahan Utsmaniyah –pernyataan yang selalu digaungkan kalangan analis politik Barat mengenai diskusi tentang kebijakan luar negeri Turki– tidak lagi memiliki bobot yang sama dengan kritik,” katanya dikutip Daily Sabah.
Menurutnya, Erdogan dan para pendukungnya tidak merasa ingin melawan argumen yang selalu mengarah pada tuduhan “neo-Ottomanisme.”
Sebaliknya, tuduhan ini membuat Erdogan lebih populer di mata banyak orang Turki, yang ingin berdamai dengan akar sejarah mereka, termasuk warisan Utsmaniyah mereka.
“Hampir setiap tautan ke masa lalu negara itu terputus setelah runtuhnya Kekhilafahan dan berdirinya negara Turki baru sejalan dengan prinsip-prinsip ketat pendirian, seperti laisisme garis keras dan nasionalisme Turki,” katanya.
Jejak Sekularisme
Sejak 1982, Konstitusi saat ini, yang dirancang setelah kudeta militer, telah mengalami sejumlah amandemen. Kudeta berdarah 1980, menyebabkan penahanan ratusan ribu orang bersama dengan persidangan massal, penyiksaan dan eksekusi, masih menjadi noda hitam dalam sejarah politik Turki.
Namun saat Erdogan mengambil kekuasaan, Turki mulai memberikan hak-hak Muslim yang selama ini tidak diberikan saat sekularisme berkuasa.
Berkat perjuangan panjang pemerintahan Erdogan, akhirnya larangan jilbab di universitas Turki dicabut pada tahun 2010, menyusul tahun 2013 di institusi publik, tahun 2014 di sekolah, dan 2016 di kepolisian.
Erdogan juga mengembalikan fungsi Masjid Hagia Sophia pada 2020 yang selama era sekularisme sejak 1934 ditetapkan menjadi museum.
Erdogan pada 1 Februari telah mengumumkan, “Sudah waktunya bagi Turki untuk membahas konstitusi baru lagi.” Proposal presiden datang empat tahun setelah referendum konstitusi 2017 meminta pemilih untuk memutuskan RUU 18 pasal untuk beralih dari sistem parlementer ke presidensial, di antara perubahan lainnya.
Amandemen Konstitusi pertama kali diperkenalkan bersama oleh Partai AK dan Partai Gerakan Nasionalis (MHP). Erdogan terpilih sebagai presiden di bawah sistem baru pada 2018.
Sejak Erdogan berkuasa, ia ingin Turki memiliki konstitusi yang dirancang sipil pada tahun 2023, bertepatan dengan ulang tahun keseratus berdirinya Republik Turki. Pemimpin Partai Gerakan Nasionalis (MHP) Devlet Bahceli juga menyuarakan kesepakatan.
Partai AK memiliki 289 kursi di 600 kursi parlemen, sedangkan MHP memiliki 48 kursi. Saat ini masih dibutuhkan 360 suara untuk mengesahkan konstitusi baru.*