Hidayatullah.com–Para pembantu rumah tanggal yang bekerja untuk keluarga-keluarga di Hong Kong terpaksa hidup menggelandang setelah mereka didiagnosis Covid-19 dan majikan menolak mereka kembali bekerja di rumahnya.
Banyak dari mereka, yang mayoritas perempuan asal Indonesia dan Filipina, juga tidak memiliki asuransi untuk biaya perawatan medis.
Hong Kong saat ini sedang dilanda coronavirus varian Omicron yang sangat mudah menular. Orang yang dinyatakan positif atau kontak dengan penderita Covid-19 diwajibkan melakukan isolasi, sementara puluhan ribu orang tidak dapat menemukan akomodasi. Malang bagi pembantu rumah tangga (PRT), majikan mereka melarang penderita Covid-19 menjalani isolasi di rumahnya.
Saat ini diperkirakan 390.000 orang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong. Mereka bekerja 6 hari dalam sepekan dengan bayaran HK$4.630 (US$593) sebulan ditambah makan dan penginapan. Secara hukum apabila terjangkit Covid-19, mereka harus isoman di rumah majikan atau di fasilitas yang disediakan pemerintah atau di rumah sakit. Di luar ketiganya berarti melanggar hukum.
Maria (mana samaran) PRT asal Filipina, dinyatakan positif setelah menjalani tes antigen. Majikannya memberikan tiga opsi: membayar sendiri karantina di hotel selama 2 pekan, pergi ke rumah sakit dan bilang “saya benar-benar sakit”, atau diputus kontrak kerjanya.
“Saya pergi ke rumah sakit pada pagi hari tetapi di sana banyak sekali pasien sehingga saya baru pulang pukul 6 petang,” kata Maria seperti dikutip The Guardian Rabu (23/2/2022).
“Majikan saya bilang bahwa saya tidak dapat kembali ke rumah mereka, karena saya berbahaya dan saya takut akan menularkan virus.”
Terkatung-katung sampai tengah malam, teman-temannya lantas menghubungi LSM bernama HELP For Domestic Workers, yang menemukan tempat penampungan sementara.
HELP mengatakan mereka membantu lebih dari 100 pekerja yang kehilangan tempat tinggal, termasuk setidaknya belasan orang yang dipecat atau diperintahkan untuk tidak kembali ke rumah majikan.
Banyak pekerja lain terpaksa tidur di taman, di jalan layang, atau di luar rumah sakit.
Hari Selasa, Konsulat Filipina menuding warga Hong Kong yang memecat dan mendepak PRT-nya bertindak ilegal dan tidak bermoral.
Menurut Raly Tejada dari HELP, orang yang diminta berhenti bekerja karena sakit kerukan kasus yang melanggar hukum di Hong Kong.
Manisha Wijesinghe, direktur eksekutif HELP, mengatakan banyak majikan takut mereka dan keluarganya jatuh sakit atau dikirim ke fasilitas karantina karena kontak dekat dengan pekerjanya yang sakit.
Menurut HELP dan LSM lain, sebagian besar kasus pekerja yang terkatung-katung adalah mereka yang dites positif sebelum pulang kampung dan ditolak untuk naik pesawatnya.
Mai (juga nama samaran) mengatakan bahwa dia tidur di tenda setelah dinyatakan positif sebelum penerbangannya ke Filipina, dan ditolak masuk kembali ke rumah kos tempat dia tinggal.
“Mereka memberi saya tenda dan selimut tebal agar tidak kedinginan. Saya tidur sepanjang malam di luar tempat kos,” ujarnya.
Mai sejak itu pindah ke tempat penampungan. Namun, LSM itu mengatakan bahwa fasilitas itu, yang biasanya menampung orang yang sedang menanti perpanjangan kontrak pekerjaan atau menunggu penerbangan pulang, tidak dilengkapi dengan perlengkapan memadai untuk mengisolasi pasien Covid.
Maria mengatakan dia berharap untuk dapat kembali ke pekerjaannya karena dia memiliki tanggungan tiga anak, tetapi akan mencari majikan baru.
“Saya tidak tahu apakah saya akan sakit lagi atau hal tersebut akan terjadi lagi. Jika mereka memperlakukan saya seperti ini lagi, saya pikir saya tidak perlu kembali kepada mereka,” ujarnya.*