Hidayatullah.com– Mali menyatakan diri keluar dari pasukan militer multinasional yang memerangi militan Muslim di kawasan Sahel, Afrika Barat.
Hari Ahad (15/5/2022), Mali mengatakan langkah itu merupakan protes terhadap penolakannya sebagai ketua kelompok regional G5 yang juga mencakup Mauritania, Chad, Burkina Faso dan Niger.
Dalam pernyataannya junta Mali, yang merebut kekuasaan melalui kudeta menggulingkan Presiden Ibrahim Boubacar Keïta tahun 2020, juga menyalahkan kurangnya kemajuan dalam perang melawan militan dan kegagalan untuk mengadakan pertemuan G5 baru-baru ini di Mali.
Pasukan multinasional itu dibentuk pada tahun 2017 guna menghadapi kelompok-kelompok militan Muslim. Serangan militan dan bentrokan bersenjata dengan pasukan pemerintah telah mengakibatkan ribuan rakyat tewas dan jutaan orang mengungsi meninggalkan rumah mereka.
Namun, G5 dalam perjalanannya menemui kesulitan pendanaan dalam memerangi milisi-milisi yang beroperasi di kawasan Sahel.
Belum ada komentar dari anggota G5 lainnya atas pengumuman Mali tersebut, lansir BBC.
Penarikan Mali dari kelompok pasukan multinasional itu lebih lanjut dapat mengisolasi negara itu sendiri, yang ekonominya semakin kacau sejak terkena sanksi akibat kudeta.*