Hidayatullah.com—Hakim yang bertugas menangani kasus mantan presiden Mesir Husni Mubarak menarik diri dari tugasnya mengadili kasus banding mantan presiden Mesir Husni Mubarak, sehingga kasus tersebut harus dipindah ke pengadilan lain, lansir Egypt Independent Sabtu (13/4/2013).
Hal itu berarti ada penundaan persidangan untuk waktu yang tidak jelas atas kasus Husni Mubarak, sebab hakim Mustafa Hassan Abdullah mengatakan dia “tidak yakin” untuk mengadili ulang kasus mantan pemimpin Mesir itu, tulis Euronews.
Hakim Abdullah, yang erasa akan ada konflik kepentingan jika dirinya mengadili Mubarak, hanya membuka sidang beberapa menit di tengah suara hiruk-pikuk para demonstran. Namun kemudian dia mengumumkan penarikan dirinya dari kasus tersebut dan menyerahkannya kembali ke Pengadilan Banding yang nantinya akan mengalihkan kasus itu ke hakim lain.
Oktober tahun lalu, hakim yang sama menolak untuk memproses kasus “Pertempuran Unta” di mana para pendukung rezim Mubarak diduga mengirimkan sejumlah orang yang mengendari unta dan kuda untuk mengacau para demonstran anti Mubarak.
Pada hari Sabtu kemarin, siaran televisi yang meliput persidangan itu menampakkan sosok Mubarak berpakaian putih dan mengenakan kacamata hitam. Dia didorong sambil berbaring di atas tempat tidur turun dari kendaraan dan memasuki ruang pengadilan. Di ruang sidang Mubarak tampak duduk, sambil tersenyum dari balik jeruji dia melambaikan tangan, meskipun tidak jelas kepada siapa senyum dan lambaian itu ditujukan.
Di luar ruang sidang para pengunjuk rasa meneriakkan seruan “rakyat ingin presiden itu dieksekusi,” yang kontan menyulut kemarahan para pendukung Mubarak. Kedua kubu itu lantas terlibat bentrokan, sehingga aparat keamanan dikerahkan untuk memisahkan mereka.
Selain Mubarak, kedua putranya Jamal dan Alaa juga disidang ulang untuk kasus korupsi. Sementara pengusaha kaya Hussein Salem disidang secara in absentia.
Bulan Januari lalu Pengadilan Kasasi memerintahkan Mubarak dan beberapa orang lainnya untuk disidang ulang dan menerima banding yang diajukan mantan presiden itu atas vonis pengadilan sebelumnya yang memberinya hukuman penjara seumur hidup.*