Hidayatullah.com– Wanita warga Amerika Serikat yang memimpin batalyon perempuan ISIS di Suriah dihukum bui 20 tahun setelah tidak mendapatkan pembelaan dari anak-anaknya.
Di pengadilan federal di Alexandria, Virginia, anak-anak Allison Fluke-Ekren mengatakan ibu mereka memiliki ‘gila kekuasaan’ dan layak dijatuhi hukuman maksimal.
Allison Fluke-Ekren, 42, mengakui bahwa dia memimpin Khatiba Nusaybah, sebuah batalion di mana sekitar 100 wanita dan anak perempuan – sebagian berusia 10 tahun – belajar cara menggunakan senjata otomatis dan meledakkan granat dan sabuk bunuh diri. Salah satu anak perempuan Fluke-Ekren termasuk yang mendapatkan pelatihan tersebut.
Wanita asal Kansas itu dijatuhi hukuman maksimal 20 tahun, setelah anak-anaknya sendiri memberikan kesaksian memberatkan dengan memaparkan tindakan keji yang dilakukan si ibu terhadap mereka. Putri dan putra tertua Fluke-Ekren mendesak hakim untuk menjatuhkan hukuman maksimal.
Mereka mengatakan telah dilecehkan secara fisik dan seksual oleh ibu mereka, dan dalam sejumlah surat yang ditujukan kepada pengadilan menggambarkan perlakuan buruk itu dengan detail yang mengerikan. Fluke-Ekren membantah cerita anak-anaknya itu.
Anak perempuan yang bernama Leyla Ekren mengatakan nafsu yang besar akan “kekuasaan dan kontrol” mendorong ibu mereka memaksa keluarganya pindah ke Suriah dan bergabung dengan kelompok teroris di sana.
Leyla mengatakan bahwa ibunya semakin pandai menyembunyikan kekejaman yang dilakukan terhadap anaknya. Pernah suatu ketika ibunya mencurahkan obat antikutu rambut ke seluruh wajahnya sebagai hukuman. Ketika obat itu mulai menimbulkan lepuh di bagian wajah dan membakar matanya, ibunya berusaha mencuci zat kimia itu dari wajah putrinya, tetapi Leyla memberontak.
“Saya ingin masyarakat melihat orang seperti apa dia sesungguhnya,” kata Leyla, sementara ibunya duduk beberapa meter saja jauhnya dengan gestur dan ekspresi wajah tidak menyangka putrinya akan berkata demikian. Fluke-Ekren kemudian melotot ke arah anak-anaknya ketika mereka memberikan kesaksian, lapor Associated Press Selasa (1/11/2022).
Jaksa penuntut mengatakan kekejaman yang dilakukan wanita itu terhadap anak-anaknya sejak usia dini menjelaskan bagaimana dia sanggup meninggalkan rumah pertanian seluas 33 hektar di Overbrook, Kansas, untuk bergabung dengan ISIS di Suriah dan menjadi salah satu pentolannya.
Di persidangan, Fluke-Ekren meminta agar dihukum penjara dua tahun saja agar dia dapat membesarkan anak-anaknya.
“Kami menjalani kehidupan yang sangat normal,” katanya kepada hakim perihal kehidupannya di Suriah, sambil menunjukkan foto anak-anaknya yang menikmati pizza setiap pekan.
Fluke-Ekren membantah tuduhan kekerasan yang dituduhkan putrinya, menuding bahwa putranya yang memanipulasi anak perempuannya itu untuk mengarang cerita.
Fluke-Ekren menggambarkan Khatiba Nusaybah sebagai sesuatu yang lebih mirip dengan pusat komunitas wanita yang kemufian bermetamorfosis menjadi serangkaian kelas bela diri, karena kota Raqqa, benteng ISIS di mana dia tinggal, menghadapi pengepungan dan invasi dari pasukan lawan.
Dia mengakui bahwa wanita dan anak perempuan yang tergabung dalam Khatiba Nusaybah diajari untuk menggunakan sabuk bunuh diri dan senjata otomatis. Namun, kata Fluke-Ekren, itu demi keselamatan mereka agar dapat menghindari kecelakaan di zona perang di mana senjata semacam itu biasa ditemukan.
Fluke-Ekren menjelaskan perlunya perempuan untuk membela diri terhadap kemungkinan pemerkosaan oleh tentara musuh. “Kekerasan seksual tidak dapat dimaklumi dalam keadaan apa pun,” katanya.
Namun, pernyataan Fluke-Ekren ini langsung diinterupsi oleh hakim Leonie Brinkema yang bertanya perihal dugaan putrinya yang dipaksa menikahi seorang petempur ISIS yang pernah memperkosanya di usia 13 tahun.
Interupsi hakim langsung diprotes oleh Fluke-Ekren. “Dia ketika itu sudah berusia 14 kurang beberapa pekan saja,” ujarnya seraya menambahkan, “Itu keputusannya sendiri. Saya tidak pernah memaksanya.”
Raj Parekh, asisten pertama kejaksaan wilayah Eastern District di Virginia, menggambarkan Fluke-Ekren sebagai “permaisuri ISIS” yang suami-suaminya berhasil meraih jabatan senior di ISIS tetapi malang satu per satu tewas dalam peperangan.*