Hidayatullah.com– Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa sejumlah program di Afghanistan dihentikan sementara dan memperingatkan banyak kegiatan lain kemungkinan juga akan dihentikan, karena Taliban melarang pekerja bantuan wanita.
“Melarang perempuan dari pekerjaan kemanusiaan memiliki konsekuensi langsung yang mengancam jiwa warga Afghanistan. Beberapa program yang bersifat kritis-waktu harus dihentikan sementara karena kekurangan staf perempuan,” bunyi pernyataan bersama yang dibuat oleh kepala bantuan PBB Martin Griffiths, kepala-kepala badan di bawah PBB dan beberapa organisasi bantuan, yang dirilis hari Rabu (28/12/2022).
“… Kami memperkirakan bahwa banyak kegiatan perlu dihentikan sementara, karena kami tidak dapat memberikan bantuan kemanusiaan tanpa adanya pekerja bantuan perempuan,” imbuh pernyataan itu seperti dilansir The Guardian.
Langkah itu diambil ketika menteri-menteri luar negeri dari 12 negara dan Uni Eropa, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, mendesak pemerintah Afghanistan pimpinan Taliban untuk membatalkan keputusannya yang melarang pegawai perempuan berkiprah di kelompok-kelompok bantuan.
Hampir semua LSM dan organisasi bantuan besar yang beroperasi di Afghanistan telah menangguhkan hampir semua kegiatannya, sementara pembicaraan terus digencarkan guna membujuk Taliban untuk membatalkan atau mengklarifikasi keputusan mereka.
Puluhan ribu orang Afghanistan pekerja bantuan – banyak dari mereka adalah pencari nafkah utama bagi rumah tangga – sudah diminta untuk tetap di rumah selama penangguhan.
PBB dan organisasi-organisasi amal mengatakan bahwa menurut kebiasaan atau tradisi Afghanistan mereka tidak dapat memberikan pelayanan vital bagi kaum perempuan – seperti kesehatan dan pengobatan – tanpa adanya staf atau dokter wanita.
Ironisnya, Taliban melarang kaum perempuan bekerja di luar rumah dan belajar di sekolah dengan alasan kegiatan itu tidak sesuai dengan tradisi dan budaya masyarakat Afghanistan.
Namun, sepertinya tidak semua kementerian di dalam pemerintahan Taliban mendukung larangan wanita bekerja di LSM.
Ramiz Alakbarov, koordinator senior program kemanusiaan PBB di Afghanistan, mengklaim Kementerian Kesehatan sudah bersedia untuk melanjutkan aktivitas kemanusiaan PBB dan staf wanita bisa melapor untuk bekerja.
Kementerian lain juga sudah mengontak PBB dan mengatakan bahwa kerja di daerah-daerah terdampak bencana harus dilanjutkan, imbuh Alakbarov. Namun, lagi-lagi tidak ada ketidakjelasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam praktiknya.
Samira Sayed Rahman, seorang jubir International Rescue Committee, mengatakan kepada Guardian dari Kabul bahwa di masa lalu masalah yang timbul antara organisasi bantuan dan Taliban sering terjadi di pos-pos pemeriksaan, yaitu lebih pada soal mahram (pendamping laki-laki) daripada soal hijab yang dipakai pekerja wanita. Namun, sekarang justru masalah hijab yang diangkat oleh Taliban untuk melarang pekerja perempuan beraktivitas di LSM.
“Bantuan mencegah kelaparan musim dingin lalu. Ada 28 juta orang yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, tetapi otoritas de facto (Taliban, red) membuat keputusan bahwa perempuan tidak dapat bekerja di LSM nasional maupun internasional,” kata Rahman.
“Di lapangan mustahil untuk melanjutkan pekerjaan kami tanpa staf wanita. Ini masyarakat yang konservatif dan kami membutuhkan pekerja wanita untuk menjangkau kaum perempuan. Ini negeri di mana laki-laki dan perempuan tidak berinteraksi di tempat umum. Kami tidak akan dapat menjangkau separuh dari Afghanistan,” paparnya.
“Dampak buruknya bukan sekedar soal bantuan, tetapi juga kehilangan mata pencaharian. Kami berharap otoritas de facto memahami implikasi dari keputusan ini,” imbuhnya.
Selain melarang perempuan bekerja di LSM, Taliban juga menangguhkan aktivitas belajar bagi perempuan di perguruan tinggi dan sekolah menengah.
Shahabuddin Delawar, tokoh Taliban yang bertindak sebagai menteri urusan pertambangan dan perminyakan, mengatakan bahwa sebelum bulan April tahun depan akan dibuat keputusan perihal pembukaan sekolah dan universitas bagi perempuan, yang sejalan dengan syariah maupun “budaya Afghanistan”.
Kepada stasiun televisi TOLOnews TV dia mengatakan bahwa keputusan yang dibuat pemimpin Taliban, Haibatullah Akhundzada, perihal penutupan sekolah dan perguruan tinggi bagi perempuan kemungkinan bersifat sementara.
Ketika mengambil alih kekuasaan menyusul penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dan NATO tahun lalu, Taliban berjanji akan berlaku adil kepada rakyat Afghanistan baik laki-laki maupun perempuan.*
Zaman Revolusi Media | Media lemah, da’wah lemah, ummat ikut lemah. Media kuat, da’wah kuat dan ummat ikut kuat
Langkah Nyata | Waqafkan sebagian harta kita untuk media, demi menjernihkan akal dan hati manusia
Yuk Ikut.. Waqaf Dakwah Media
Rekening Waqaf Media Hidayatullah:
BCA 128072.0000 Yayasan Baitul Maal Hidayatullah
BSI (Kode 451) 717.8181.879 Dompet Dakwah Media