Hidayatullah.com–Aljazeera Mubasher Misr hari Senin (22/12/2014) mengumumkan bahwa hari itu menjadi siaran beritanya yang terakhir sebelum penutupan, sebagai bagian dari rekonsiliasi memperbaiki hubungan negara Qatar dan Mesir yang menegang beberapa waktu belakangan, lansir Ahram Online.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan Aljazeera dikatakan, penyiarannya di Mesir dihentikan sementara sampai ada izin lagi yang dikeluarkan agar dapat kembali ke Kairo dalam koordinasi dengan pihak otoritas Mesir.
Selain itu, pernyataan yang sama juga mengatakan bahwa saluran televisi baru yang diberi nama Al-Jazeera Mubasher Al-Amma sementara akan menyiarkan bertia global dengan menggunakan frekuensi sama yang sebelumnya dipakai Mubasher Misr.
Jaringan stasiun televisi asal Qatar itu dilarang bersiaran di Mesir pada Agustus 2013, karena terus menyebut pelengseran Muhammad Mursi dari kursi kepresidenan sebagai kudeta dan kerap mengecam pemerintah Mesir pasca-Mursy.
Qatar pada hari Ahad (21/12/2014) mengeluarkan pernyataan yang menegaskan “dukungan penuh” atas Mesir, menyusul pertemuan dengan Presiden Mesir Abdul-Fattah Al-Sisi dan utusan Qatar di Kairo.
Menyusul pelengseran Mursy, hubungan Doha dan Kairo terus menengang karena Qatar menampung anggota-anggota Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dicari-cari aparat Mesir dengan tuduhan kriminal.
Qatar juga tidak mau menyerahkan anggota Al-Ikhwan kepada Mesir yang surat perintah penangkapannya sudah dilayangkan oleh Interpol.
Pada Nopember kemarin, pemerintah Mesir pasca-Mursy mengembalikan semua uang pinjaman sebanyak US$6 milyar yang dipinjam dari Qatar selama Al-Ikhwan menguasai pemerintahan Mesir.
Untuk menunjukkan itikad baik Qatar dalam memperbaiki hubungan dengan Mesir, pemerintah Doha pada bulan September meminta sedikitnya 7 warga Mesir –yang kebanyakan adalah anggota dan sekutu Al-Ikhwan– untuk meninggalkan negeri kecil kaya gas alam itu.
Tidak hanya itu, Aljazeera mulai sesekali menyebut Presiden Mesir Al-Sisi sebagai “presiden pertama yang terpilih setelah kudeta”, menggantikan sebutan “pemimpin kudeta”yang selama ini dipergunakannya.*