“Besok (21/5) saat rapat kerja dengan Jaksa Agung, kita akan minta agar diadakan gelar perkara kasus Tanjung Priok,” katanya, ketika menerima delegasi Kontras dan para keluarga korban kasus Tanjung Priok di Gedung DPR Senayan Jakarta, Selasa. LT Susanto merasa yakin perkara tersebut akan diselesaikan pihak kejaksaan jika permintaan itu secara resmi disampaikan oleh Komisi II DPR. Dalam pertemuan tersebut, Koordinator Korban Tandjung Priok, Muhtar Benny Biki, menyayangkan “terhentinya” kasus Tanjung Priok yang berkas perkaranya saat ini sudah sampai di Kejaksaan Agung dengan melibatkan 14 tersangka. Benny Biki mensinyalir, tersendatnya kasus tersebut karena adanya surat yang ditandatangani Kol Setiawan dari Binkum Mabes TNI kepada kejaksaan, yang tembusannya juga diberikan kepada DPR RI. “Surat itu antara lain menyatakan bahwa `ishlah` yang dilakukan Try Sutrisno dianggap sudah cukup, serta meminta agar kejaksaan tidak mengubris dan melayani tuntutan saya,” kata Benny, yang juga adik kandung korban Tanjung Priok, Amir Biki. Sebenarnya menjadi kewajiban negara mengusut kasus tersebut, ada atau tidak ada yang menuntut, ungkapnya. Karena itu, ia meminta pihak DPR RI untuk lebih proaktif terlibat atau “berbicara” lebih lantang terhadap kasus Tanjung Priok dan kasus pelanggaran HAM lainnya seperti kasus 27 Juli, dan kasus Trisaksi-Semanggi. Sedangkan anggota Komisi II dari Fraksi TNI/Polri Djasri Marin yang hadir dalam acara itu menjelaskan, kedudukan Kol Setiawan saat ini adalah sebagai ketua tim pembela dari ke-14 tersangka yang semuanya anggota dan purnawirawan TNI. “Sebagai pembela dia kan boleh meminta apa pun, sebagaimana advokat lainnya melakukan pembelaan terhadap kliennya. Itu kan hal biasa,” katanya. Namun demikian, katanya, bukan berarti suara pembela itu adalah suara institusi TNI. “Dan terhadap surat itu, semuanya menjadi wewenang pihak penuntut umum dan pengadilan,” katanya. (gtr/ant/cha)