Hidayatullah.com–Menteri Negara Komunikasi dan Informasi (Menegkominfo), Syamsual Muarif, mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi saat ini selesai dibahas Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan tinggal menunggu persetujuan dari Presiden Megawati Soekarnoputri. “Kita saat ini menunggu finishing RUU tersebut dari Presiden dan selanjutnya dikirimkan kepada Anggota DPR-RI untuk disyahkan,” kata Syamsul kepada wartawan di Medan, Senin, usai membuka acara Temu Konsultasi (Rakorda) Komunikasi dan Informasi Wilayah II Indonesia Barat tgl 6 hingga 7 Oktober 2003. Rakorda tersebut di ikuti 10 daerah Propinsi, bebeberapa diantaranya yakni, Sumatera Utara (Sumut), Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung dan Bangka Belitung (Babel). Menurut Syamsul juga didampingi Sekretaris Menteri Komunikasi dan Informasi, JB Kristiadi dan Wakil Gubernur Sumut, Drs.Rodolf Pardede, permintaan pembuatan UU tersebut, dicetuskan dari kalangan masyarakat dan MUI yang melakukan komplaint terhadap media massa menayangkan pornografi. Ia menjelaskan, tanyangan pornografi dan pornoaksi yang dilakukan sejumlah penerbitan surat kabar di tanah air ini, sudah sangat menghawatirkan atau dianggab kebablasan sehingga dapat meresahkan masyarakat. Oleh karena itu, katanya, masyarakat yang bekerjasama dengan MUI Pusat minta kepada pemerintah agar membuat RUU Pornografi agar media massa tidak seenaknya untuk menyiarkan berita-berita porno yang dapat mempengaruhi para pelajar dan generasi muda. “Ide pembentukan RUU tersebut, bukan saran atau yang diprakarsai oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, melainkan dari masyarakat serta para tokoh-tokoh Agama,” tegas Syamsul. Disebutkannya, pemberitaan menyangkut pornografi yang banyak dilakukan sejumlah perusahaan surat kabar, dianggab melanggar norma-norma Agama dan kesusilaan dan tidak lagi mencerminkan pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ). “Mudah-mudahan melalui UU Pornografi tersebut dapat mengurangi pemberitaan yang berbau porno dan seks yang selamaa ini banyak ditentang para Majelis Ulama di negeri ini,” ujar Syamsul Muarif. Sebelumnya, menanggapi kekecewaan masyarakat terhadap tayangan media massa yang banyak mengumbar pornografi dan pornoaksi, beberapa pengelola media selalu berlindung dibalik kata ‘tidak ada undang-undang’ yang mengatur. Jika kelak RUU itu disyahkkan, seharusnya tidak ada alasan lagi bagi pengelola media khususnya televisi. (ant/cha)