Hidayatullah.com–Pilot kelahiran Aljazair Lutfi Raissi, yang dituding melatih para pembajak yang menabrakkan pesawat ke gedung kembar WTC New York 11 September 2001, memenangkan gugatan atas koran Inggris The Mail. Media itu diharuskan membuat permintaan maaf secara terbuka karena memberitakan cerita yang ternyata tidak benar tersebut.
Pengacara The Mail Timothy Pinto menjelaskan, kliennya akan mematuhi keputusan Pengadilan Tinggi London itu. Media tersebut juga setuju untuk memberikan ganti rugi kepada Raissi dan membayar biaya hukumnya.
Gugatan Raissi itu diajukan atas berita media itu pada September 2001. Berita tersebut mengutip tuduhan AS bahwa Raissi melatih para pembajak WTC. Belakangan, tudingan itu tidak terbukti.
Berita tersebut juga menyebutkan bahwa Raissi, yang kini berusia 29 tahun itu, sengaja menggunakan nomor keamanan sosial neneknya yang telah meninggal, Dorothy Hansen, untuk membuat identitas palsu. Karena tuduhan tersebut, dia sempat menjalani hukuman penjara lima bulan di penjara Belmarsh, selatan London.
Dia ditahan sejak sepuluh hari setelah serangan 9/11. April lalu, hakim Inggris menolak mengekstradisinya ke AS karena dinilai tidak memiliki kasus terkait dengan serangan itu. Bulan lalu pengacara Raissi mengajukan gugatan bagi FBI dan Dephan AS, masing-masing USD 10 juta (sekitar Rp 83,65 miliar).
Seperti telah diberitakan Hidayatullah.com sebelumnya, Lutfi Raissi, pilot kelahiran Aljazair ditangkap FBI dengan tuduhan telah menjadi instruktur para pembajak pesawat yang dituduh menghancurkan WTC.
Setelah lima bulan ditangkap FBI tanpa proses hukum, dia dibebaskan tanpa penjelasan. Tapi sejak itu karir dan kehidupannya telanjur hancur
Raissi memang tidak berada di New York saat menara kembar WTC diledakkan oleh bom bunuh diri pada 11 September 2001. Namun, kejadian tersebut telah menghancurkan kehidupan dan cita-citanya setelah FBI melakukan kesalahan investigasi dengan menudingnya sebagai pelatih para pembajak yang meledakkan WTC saat itu.
“Sebelumnya, saya berharap bisa menghidupi diri saya di AS (dengan menjadi pilot). Namun, AS bersama polisi dan penuntut Inggris telah menghancurkan kehidupan saya. Dan, mereka tidak pernah meminta maaf,” katanya seperti yang dikutip The Times bulan lalu. (afp/hdc/cha)