Hidayatullah.com–Stasiun radio yang satu ini berani tampil beda. Di saat banyak stasiun radio lain menyajikan lagu-lagu Barat, ini justru lebih banyak menyajikan senandung dan program-program Islami. Dan ternyata, sajian radio bernama Dakta 92,15 FM (Nada Komunikasi Utama) ini makin diminati. Salah seorang pendengar, Eri Vidianto, mengaku selalu mengikuti acara-acara radio Dakta sejak masih duduk di bangku SMU. Salah satu program favoritnya adalah Anta Tasal Wa Nahnu Nujib (Anda Bertanya Kami Menjawab). Saya merasa banyak sekali mendapatkan masukan, khususnya informasi keislaman. Apalagi ketika itu saya berada pada titik balik, kata alumnus UI ini berterus terang. Di awal berdirinya stasiun radio ini tak langsung menjadi stasiun radio Islam. Kala itu mereka masih memberi prioritas penyajian pada informasi dan hiburan konvensional. Bahkan, dalam perkem-bangannnya, radio yang didirikan beberapa pengusaha seperti Andi Lubis, Andi Kosala, dan Aziz Helmi ini sempat menggarap segmen wanita. Segmen wanita banyak menda-tangkan iklan, karena sangat banyak produk dagang yang ditujukan untuk wanita, kata Bambang M Wicaksono, public relation (PR) Radio Dakta. Lalu, bagaimana cerita hingga radio ini berubah menjadi radio Islam? Itu diawali pada tahun 1996. Kala itu Dakta membuat acara Anta Tasal Wa Nahnu Nujib (Anda Bertanya dan Kami Menjawab). Program inilah yang mengantar Dakta berubah wujud menjadi radio keluarga Muslim. Kita ingin menyampaikan Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, kata Bambang lagi. Menurut pria yang sudah 10 tahun bergabung di Dakta ini, acara yang dikemas secara on air sejak pukul 05.00 pagi tersebut disajikan secara interaktif. Pendengar banyak yang meresponsnya. Selama satu jam mengudara, ratusan penelepon berusaha masuk, namun hanya 20 penelepon yang diterima. Tambahan lagi, yang ikut acara interaktif itu tidak cuma kaum wanita. Semua ikut, baik pria, wanita, tua, muda, sampai pelajar. Lambat laun, Dakta menjadi radio keluarga Muslim. Seiring waktu yang terus berlalu, program ini malah semakin diminati. Hingga akhirnya muncullah ide membentuk Majelis Taklim Radio Dakta. Respons masyarakat lagi-lagi luar biasa. Sekali pengajian darat digelar, tak kurang dari 4 ribu jamaah hadir. Pengajian ini kemudian diadakan secara rutin setiap pekan keempat di halaman kantor radio Dakta, di Jl. H. Agus Salim 77 Bekasi. Sukses dengan program Anta Tasal Wa Nahnu Nujib, program-program Islami lainnya mulai bermunculan. Antara lain Konsultasi Remaja, Bunga (Gabung Ala Remaja), Keluarga Sakinah, Salam Pagi (Berita), dan Akasia (Arena baKat & kreaSI Anak). Pada tahun 2000, Radio Dakta semakin mengokohkan diri sebagai radio informasi dan hiburan bagi keluarga Muslim. Dengan modal awal Rp 1 milyar, radio ini terus menunjukkan eksistensinya. Tak hanya di udara, tapi juga terjun langsung ke lapangan. Pada Februari 2002 misalnya, ketika musibah banjir melanda Jakarta dan Bekasi, Radio Dakta bersama elemen masyarakat lainnya mendirikan Posko Banjir 24 Jam. Tak hanya itu, kami juga menjadi mediator bagi masyarakat Bekasi untuk berdialog langsung dengan walikota dan pejabat-pejabat lainnnya secara on air pada saat promosi Gema Muharram (1423 H) dan rangkaian acara perayaan HUT Kotamadya Bekasi, kata Bambang lagi. Tak heran bila radio ini kemudian digandeng Pemkot Bekasi menjadi Official Radio Partner. Dakta kemudian diberi kepercayaan sebagai satu-satunya radio yang menyiarkan secara langsung pidato Walikota Bekasi. Pemerhati Radio Daktabegitu para penyiar biasa menyapa pendengarsangat beragam. Mulai dari masyarakat berpendidikan dasar, menengah, perguruan tinggi, hingga pelaku bisnis. Berdasarkan hasil riset AC Nielsen tahun 2003, Radio Dakta 92 menempati perangkat pertama untuk demografi kategori pendengar kelas sosial ekonomi atas dan menengah di Bekasi. Sementara untuk jumlah pendengar, mereka menempati peringkat tertinggi kedua. Namun tentu saja banyak kerikil tajam yang mesti dilewati para kru Dakta. Saat ini misalnya, Dakta sering menuai kritik karena masih menayangkan iklan rokok. Seperti disayangkan oleh Yudi, salah satu pendengarnya, Saya menyesalkan kebijakan Radio Dakta soal penayangan iklan rokok dan salah satu partai politik. Eri berharap kebijakan iklan rokok tersebut tak akan berlangsung lama.* (M Ichsan Kamil, Ahmad Damanik/Hidayatullah). Dikutib dari Majalah Hidayatullah, edisi Juni 2004