Hidayatullah.com–Menghadapi pemilu presiden (pilpres) putaran kedua mendatang, jaringan militer telah dikerahkan untuk mendukung Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pengerahan melibatkan pejabat militer yang masih aktif maupun mantan pejabat militer. Demikian dikatakan pengamat militer MT Arifin kepada wartawan di Jakarta, kemarin. Dosen UNS Solo itu mencontohkan kejadian di Salatiga, Jawa Tengah. Dalam beberapa pertemuan, secara tegas diinstruksikan agar militer aktif, mantan militer, serta keluarga militer memilih SBY. “Beberapa orang yang saya tanya jawabannya sama: mereka diarahkan untuk mendukung SBY,” katanya dikutip Suara Karya. MT Arifin mengaku, dirinya juga telah melakukan interview secara informal dengan sejumlah perwira menengah -berpangkat letnan kolonel dan kolonel- di Jawa Tengah, serta beberapa Komandan Kodim, tentang arah dukungan dalam pilpres mendatang. Para perwira menengah itu menyatakan telah menerima perintah untuk memenangkan SBY. Instruksi yang sama, lanjut MT Arifin, juga disampaikan dalam sebuah rapat tertutup di markas kesatuan TNI di Jakarta. “Saya tidak usah sebut nama kesatuannya. Yang jelas, mereka diminta untuk mendukung SBY,” ujarnya. Bahkan, dia mengaku pernah bertemu dengan pegawai Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol – dulu Ditjen Sospol) Depdagri, yang mengaku mendapat arahan untuk memilih SBY. “Kebetulan dia teman saya, jadi ngomongnya blak-blakan,” katanya. Apakah perintah untuk mendukung SBY datang dari Mabes TNI? Menjawab pertanyaan ini, MT Arifin menyatakan, “Saya tidak tahu siapa yang memberi perintah. Tapi ini bukan perintah struktural dari lingkungan TNI atau merupakan garis komando.” Hanya saja, tambahnya, isyarat adanya “gerakan” untuk mendukung SBY menjadi presiden telah diketahuinya sejak tiga tahun lalu. Akhir tahun 2001, kata MT Arifin, dirinya melakukan penelitian dengan mewawancarai sejumlah militer aktif. “Ketika itu, orang-orang yang diwawancarai kebanyakan menyatakan SBY patut didukung menjadi presiden, karena dinilai memiliki kemampuan,” ujarnya, sembari menambahkan bahwa waktu itu nama SBY belum muncul sebagai kandidat presiden. Penelitian yang sama dilakukan lagi pada 2002 dan 2003. “Hasilnya pun sama,” ujarnya. (sk/cha)