Hidayatullah.com–Wacana membangun peradaban Islam kini bukan lagi suatu hal yang asing. Sebagai bentuk respon dan upaya mewujudkan tegaknya kembali peradaban Islam, bulan ini lahir INPAS (Institut Pemikiran dan Peradaban Islam) Surabaya.
Saat launching pertamanya kemarin, INPAS menyelenggarakan dialog terbuka bertajuk “Membangun Peradaban Islam dengan Ilmu dan Tantangan Liberalisasi”.
Bertempat di Masjid Al-Akbar Surabaya dialog yang menghadirkan tiga nara sumber utama, Hamid Fahmi Zarkasy, Ph.D (Direktur Utama INSISTS, Adnin Armas, MA (Direktur Eksekutif INSISTS), dan Adian Husaini, MA. Acara berlangsung semarak dan dinamis.
“Selama ini kita dituduh sebagai komunitas yang pemahaman dan keyakinannya cenderung untuk melakukan tindak kekerasan dan selalu identik dengan terorisme. Anehnya stigma ini diterima begitu saja hampir oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Menghadapi situasi seperti ini tentu pemahaman Islam sebagai peradaban adalah satu hal yang urgen disamping pemahaman terhadap Islam sebagai agama,” demikian ungkap Hamid Fahmi Zarkasy, mengawali presentasinya.
Menurut Hamid yang juga pengajar di ISID Gontor Ponorogo ini, memahami Islam sebagai peradaban tentu saja tidak bisa lepas dari kajian sejarah peradaban Islam itu sendiri.
Sedangkan bagi Adian Husaini, berbicara peradaban Islam, katanya, maka hal utama dan pertama yang harus dipahami adalah mainstream ajaran Islam itu sendiri yakni ilmu. Hanya saja, menurut Adian, dalam situasi kontemporer di mana umat Islam sedang terhegemoni oleh kebudayaan Barat, menjadikan umat Islam kehilangan jati dirinya.
“Banyaknya generasi muda Islam yang hadir kembali ke tanah air dengan menyandang gelar doktor dan master studi Islam dari Barat adalah satu bukti kelemahan posisi umat Islam Indonesia saat ini,” demikian ungkap Adian Husaini, MA.
Peradaban Melalui Ilmu
Mewabahnya paham dan isu liberalisme di Indonesia tidak lepas dari peran aktif gerakan Islam Liberal di Indonesia. Di mana notabene fungsionaris dan anggotanya berafiliasi dan berintegrasi dengan pemikiran dan gerakan globalisasi yang dikomandoi oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
“Sungguh satu hal yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Saat ini kaum intelektual muda Islam banyak yang bersikap tidak adil terhadap Islam. Hal ini terbukti dengan banyaknya gugatan terhadap kebenaran ajaran Islam yang kian gencar justru dari kalangan mahasiswa yang menimba ilmu di UIN, STAIN dan IAIN” tandas Adnin Armas, MA.
Terbitnya buku dengan judul “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural,” yang banyak menerjemahkan ayat secara serampangan adalah bukti terakhir sementara yang menunjukkan adanya kerancuan berpikir yang melanda umat Islam kontemporer. Ironisnya buku tersebut justru mencantumkan kata pengantar dari Direktur Pasca Sarjana UIN Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra. Menurut Adian Husaini buku tersebut mengarah pada siyrik besar yang sangat membahayakan.
Buku tersebut membenarkan semua paham syirik yang dengan tegas telah dikecam dalam Al-Quran. Ditulis, misalnya: ”Jadi, semua agama adalah sebuah totalitas sosio-kultural yang merupakan jalan-jalan yang berbeda dalam mengalami dan hidup dalam relasi dengan Yang Ilahi. Yang menyebabkan perbedaan itu adalah bukan sesuatu yang mutlak sifatnya, namun hanya faktor-faktor partikular yang berhubungan dengan sejarah dan kebudayaan.” terang penulis produktif ini.
Untuk kembali mengarahkan pemahaman umat Islam terhadap din al haq ini maka syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah kembalinya umat Islam terhadap konsep ilmu dalam Islam. Hanya saja animo dan antusiasme masyarakat Muslim terhadap ilmu masih sangat minim atau bahkan cenderung melalaikannya”, imbuh Hamid.
Dengan demikian satu hal yang mendesak untuk segera diwujudkan adalah pemahaman umat terhadap Islam dengan baik dan benar. Berbicara pemahaman tidak bisa lepas dari pemahaman dan keyakinan. Dan jika menelusuri kembali kajian sejarah peradaban Islam maka sumber dari peradaban agung ini adalah ilmu.
Dr. Abdul Ghofir, SpPD, Direktur INPAS Surabaya mengatakan, dialog yang diselenggarakan oleh INPAS dan dihadiri sekitar 70 peserta itu adalah hanyalah langkah awal dalam proses menuju idealitas peradaban Islam itu sendiri.
INPAS adalah suatu institusi yang bergerak dalam kajian peradaban Islam dengan program utamanya adalah penelitian dan pendidikan. Dengan personil yang ada saat ini INPAS mempunyai optimisme bahwa ke depan generasi muda yang siap mengusung tegaknya kembali peradaban Islam akan segera lahir. Khususnya di Jawa Timur.
Dalam sesi dialog, banyak penanya berharap INPAS segera aktif melakukan kajian-kajian pemikiran di Surabaya dan Jawa Timur. “Harusnya INPAS sudah mulai bekerja pada tingkat produsen dan tidak bekerja di tingkat pengasong dan pengecer lagi, “ujar Mohammad Yunus, salah seorang peserta yang hadir.
Menurut Abdul Ghofir INPAS akan mulai membangun peradaban ilmu dengan melakukan kajian pemikiran dan research di mana hasilnya akan diberikan untuk kepentingan umat. [imam/cha/hidayatullah.com]