Hidayatullah.com—Pernyataan ini disampaikan Fraksi PPP DPR Aceh Burhanuddin saat menyampaikan pendapat akhir laporan pertanggungjawaban Gubernur tentang perhitungan APBA 2007 di Banda Aceh, akhir pekan lalu.
Wakil Sekretaris FPP DPRA ini mengajak Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan semua stakeholder di daerah itu agar sepenuh hati menjaga dan mengamankan pelaksanaan syariat Islam, karena masih ada kelompok tertentu yang tidak senang dengan hukum tersebut.
Menurut Burhanuddin, Pemerintah dan ulama Aceh harus waspada munculnya sejumlah orang yang menyepelekan dan mencari berbagai alasan untuk mempertentangkan pelaksanaan syariat Islam.
Lebih ironis lagi, katanya, ada orang yang seharusnya memfasilitasi pelaksanaan syariat Islam, justru dengan kekuasaannya mempengaruhi untuk menghalang-halangi pelaksanaan putusan pengadilan Mahkamah Syar’iyah agar tidak dijalankan.
Disebutkan, meskipun Dinas Syariat Islam telah lama lahir, akan tetapi yang dirasakan gema dan kiprahnya seakan tenggelam dan amat lemah dalam melakukan perannya, sehingga setiap hari begitu banyak perilaku dan perbuatan yang melawan syariat terjadi di Aceh.
FPPP juga mengajak dan meminta pemerintah mencermati tujuan akhir yang ingin didapat oleh suatu polling SMS tentang respon dan harapan masyarakat terhadap implementasi syariat Islam di Aceh tahun 2008 yang dilakukan oleh Yayasan Insan Citra Madani dan Kemitraan (Partnership).
Ia mengingatkan agar polling SMS ini tidak dimaksudkan untuk mencari data yang sedikit ilmiah yang bertujuan mendiskreditkan pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
“Dalam konteks ini Dinas Syariat Islam diminta mencermati dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai fenomena pelaksanaan syariat Islam di Aceh,” kata Burhanuddin.
Fraksi PPP DPR Aceh juga menyarankan agar bantuan operasional untuk masjid dan meunasah (musala) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tahun 2009 diberikan secara merata guna menunjang pelaksanaan syariat Islam di pedesaan.
All Out
Sebelum ini, seorang pakah hadits Indonesia, Dr Daud Rasyid Sitorus pernah mengatakan adanya pragtisme kalangan Islam dalam membantu penerapan Syariat Islam di NAD. Menurut Daud Rasyid, kegagalan disebabkan karena ketidakseriusan parpol Islam dalam berjuang dan lebih memikirkan kepentingan sempit partainya.
“Artinya dunia lebih mendapat tempat di hati mereka ketimbang idealisme perjuangan. Masyumi dulu mengedepankan idealisme itu daripada pertimbangan politik pragmatis. Itulah yang disebut dengan ‘politik Islam’,” ujar Daud Rasyid sebagaimana ditulis dalam situs resminya.
Seharusnya, menurut Daud Rasyid, Aceh seharusnya menjadi pilot project bagi perjuangan syari’at. “Alangkah indahnya jika seluruh kalangan all-out membenahi penerapan syari’at di Aceh, agar menjadi pemikat bagi daerah lain, mulai dari perangkat hukumnya, sampai menjaga image positif terhadap syari’at.”
Sayangnya, ujar Daud, pelaksanaan syari’at di Aceh seperti kurang mendapat dukungan dari parpol Islam sendiri. Parpol sibuk dengan agendanya sendiri seperti pilkada yang menelan energi dan dana, persiapan 2009. Repotnya lagi, di tengah-tengah itu, sejumlah LSM sedang berusaha “menggagalkan” syariat di Aceh dengan menggambarkan syariat di Aceh dengan image yang buruk, berita-berita miring tentang pelaksanaan syariat. Belum lagi cengkeraman asing pasca Tsunami. [cha, berbagai sumber/hidayatullah.com]