Hidayatullah.com–Lima orang guru wanita dari lima kota berbeda di Amerika Serikat (AS) akan mempelajari manajemen pendidikan pesantren pada sejumlah pondok pesantren (ponpes) di Yogyakarta.
“Mereka akan tinggal selama sepekan untuk mempelajari proses belajar-mengajar serta kurikulum pendidikan yang diterapkan pada beberapa pondok pesantren di Yogyakarta,” kata Director AsiaPacifiCed Program East-West Center, Namji Steinemann, di Ambon, Rabu.
East-West Center, adalah lembaga penelitian dan pendidikan Amerika Serikat berkedudukan di Hawaii, yang didirikan oleh Kongres AS pada tahun 1960.
Lembaga tersebut bertugas untuk menciptakan terwujudnya pengertian dan pemahaman antarbudaya negara-negara di Amerika dan Asia Pasifik.
Dalam programnya lembaga ini memiliki jaringan luas pada sekitar 500-600 sekolah di Amerika, yang selalu berinteraksi dengan sekolah-sekolah di negara-negara Asia Pasifik.
Lembaga ini sangat tertarik dengan pola pendidikan pondok pesantren yang diterapkan di Indonesia dan ingin dikembangkan di negara lain.
Lima orang guru wanita dari lima kota berbeda di AS itu adalah, Barbara Laman asal New York, Charoline Aloxopeus asal Conneticut, Sussana Bunchan asal Michigan, Susan Milos asal California, dan Judith Carter asal Georgia.
Selama tinggal di ponpes, mereka juga akan berusaha untuk mengenal lebih jauh pola kehidupan para santriawan dan santriawati di setiap pondok pesantren, guna dijadikan bahan kajian para guru dan siswa di Amerika setelah mereka kembali.
Selain tinggal selama sepekan di ponpes, Namji Steinemann bersama lima orang guru itu juga akan mengunjungi yayasan milik Romo Mangun guna mempelajari berbagai hal yang dikembangkan di yayasan tersebut.
“Kami juga akan bertemu para akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) serta berdialog dengan tokoh-tokoh politik guna membuka wawasan kami tentang kondisi politik di Indonesia,” kata dia.
Berbagai hal yang dilakukan ini, menurut Steinemann, tidak lain adalah untuk menunjukkan bahwa sebenarnya bangsa Indonesia bisa berkembang atas inisiatif dan idenya sendiri dan bukan ide impor dari negara lain.
Namji Steinemann bersama lima guru wanita berada di Ambon selama empat hari dalam rangka memfasilitasi program Partnership for Schools Indonesia, yang melibatkan 25 siswa SMP Kristen Rehoboth dan 25 santri Pesantren Darul Quran Al-Anwariyah, Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Pulau Ambon, Maluku Tengah, dalam sebuah pertemuan dan interaksi sosial secara bersama.
Para siswa dari dua lingkungan berbeda itu sebelumnya telah menjadi sahabat pena dan saling menyurat dan berkenalan sejak awal Juli lalu, tetapi baru bertemu untuk pertama kalinya pada Senin (13/7) lalu.
Menurut Steinemann, di dunia pendidikan seringkali masalah perdamaian dibicarakan, dan pertemuan yang dilakukan untuk 50 siswa dari dua lembaga pendidikan berbeda itu, dimaksudkan untuk menciptakan terwujudnya pengertian dan pemahaman di antara mereka. “Agama bukan faktor penghalang bagi anak-anak untuk bertemu dan berinteraksi sosial secara bebas,” katanya.
Khusus mengenai Kota Ambon, tandasnya, awalnya dikenal melalui salah seorang guru pesantren yang sedang belajar di Hawaii, di samping ketertarikan akan sejarah pulau rempah-rempah tersebut yang di masa lalu menarik perhatian negara Barat menjajah Indonesia.
“Wajar program ini dilakukan di Ambon karena selain positif bagi siswa dua komunitas, nama besar Ambon dan Maluku yang menyebabkan Columbus bisa menemukan benua Amerika. Colombus pernah tersesat sampai di Pulau Banda. Ini cerita menarik untuk diurai dan Banda adalah Bali di Maluku,” kata Steinemann.
The East-West Center adalah sebuah organisasi pendidikan dan penelitian yang mendapat pengakuan internasional dan didirikan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1960 untuk memperkuat pemahaman dan hubungan antara Amerika Serikat dan negara-negara di wilayah Asia Pasifik. East-West Center membantu dalam membentuk komunitas Asia Pasifik yang stabil, damai dan sejahtera, di mana Amerika Serikat merupakan mitra utama yang dihargai.
East-West Center mengaku, menyediakan program penelitian interdisipliner yang meneliti isu-isu penting dalam hubungan Amerika Serikat-Asia Pasifik.
Sebagaimana diketahui, sebagai badan nirlaba milik pemerintah, East-West Center menerima dana untuk menjalankan program-programnya dari pemerintah Amerika Serikat. Selain itu juga mendapat dukungan keuangan dari badan-badan swasta, perorangan, perusahaan, dan pemerintah di wilayah Asia-Pasifik, di antaranya dari Ford Fondation, lembaga yang dikenal mengkampanyekan paham liberal di Indonesia. [ant/hid/hidayatullah.com]