Hidayatullah.com– Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai anggota dewan yang ada di parlemen saat ini seharusnya menjadi oposisi pemerintah berkuasa.
“Sesungguhnya semua yang menjadi anggota dewan seharusnya oposisi pemerintah,” kata Refly saat menjadi pemateri di Bimbingan Teknis dan Pembekalan Nasional bagi Calon Anggota DPRD Provinsi se-Indonesia dan DPR RI asal PKS periode 2019-2024, Jakarta, Selasa sebagaimana siaran pers PKS kepada hidayatullah.com, Rabu (07/08/2019).
Refly membeberkan perbedaan antara sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Jelasnya, dalam pemerintahan parlementer, yang memerintah parlemen. Jadi yang memerintah adalah partai koalisi mayoritas. Makanya disebut Parliament Three Level of Government.
Cirinya adalah kekuasaan eksekusi dan legislasi tidak terpisah. Karena itu sistem ini membutuhkan mayoritas. Bila nilai mayoritas tidak tercapai maka tidak bisa membentuk pemerintahan. Di tengah jalan, jika oposisi mengundurkan diri, maka pemerintahan jatuh.
“Kalau pemerintahan presidensial tidak begitu. Ada yang harus dipisah antara kekuasaan dan parlemen,” kata dia.
Refly berharap ada pihak-pihak yang memosisikan diri sebagai lawan tanding dalam kekuasaan. Menurut dia, kekuasaan yang tidak dikontrol akan menimbulkan beberapa catatan negatif.
“Kalau saya melihat pemerintah Jokowi ini terlepas dari suksesnya ada beberapa hal yang harus dikritisi. Seperti hal penegakan hukum,” ujar Refly.
Ia lantas mengungkapkan kritik soal Perppu Ormas dan lemahnya perlindungan hukum bagi penegak hukum di KPK.
“Saya tidak puas dengan penegakan hukumnya. Hal ini harus dijadikan perhatian pemerintah juga oposisi yang kritis terhadap pemerintahan. Agar pemerintah tidak terjerembab,” papar dia.
Menurut Refly, tugas untuk mengkritik pemerintah adalah tanggung jawab warga negara yang baik. Warga yang memiliki tanggung jawab ini adalah bentuk mencintai republik.
“Jadi bentuk mencintai Republik tidak harus membenarkan apa yang kita anggap salah,” urainya.*