Hidayatullah.com–Kendati paham komunis resmi dilarang di Indonesia, tapi gerakan neo komunis masih tetap ada. Terbukti, dalam beberapa kurun waktu PKI telah bermetamorfosa menjadi gerakan multiwarna yang sulit diidentifikasi. Jika tidak diantisipasi sejak dini, bisa jadi, eksistensi PKI akan menggurita dan merusak integritas bangsa.
Sebagai upaya memperingati hari dilaranganya PKI – tanggal 12 Maret 1966 – sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Forum Pembela Tanah Air (Forpeta) melakukan unjuk rasa di Gedung DPRD Jatim dan TVRI.
Massa yang terdiri dari FPI (front pembala Islam), Formabes, FAK, FUI, PII, AGPAI, IPM, GNPI, CICS, MUI Jatim, dan korban PKI Kanigoro Jatim ini mengawali unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura pukul 8.30.
Dalam sejumlah orasinya, masa mengatakan menolak pencabutan UU no 1 PNPS/1965 penodaan agama. Menurutnya, pencabutan UU tersebut merupakan cara PKI agar bisa bergerak leluasa. Selain itu, masa juga menyampaikan bahwa tidak ada ruang di Indonesia bagi PKI.
Masa juga membawa sejumlah poster yang bertuliskan “Ingat!, Upaya pencabutan UU penodaan agama,” “Ingat PKI anti demokrasi.” dan “Siapa yang meberi PKI hidup harus mati.”
Aksi masa berjumlah sekitar 600 ini dikawal ketat aparat kepolisian. Tak hanya itu, masa juga dibatasi pagar kawat agar tidak masuk lebih dalam ke gedung DPRD.
Dalam kesempatan itu, anggota dewan berkenan melakukan audiensi dengan sejumlah perwakilan massa. Anggota DPRD Jatim diwakili oleh Muhammad Muhktar anggota fraksi Golkar, Kuswanto ketua fraksi Hanura, dan Erwin dari fraksi Gerinda.
Sedang dari massa terlihat Arukat Djaswadi, Ketua CICS, Prof. Aminduddin Kasdi, M, Mahdi ketua FPI Jatim, Ibrahim ketua GNPI Jatim, korban Kanigoro dan perwakilan lainnya. Sayang, karena terbatasnya waktu, tidak semuanya perwakilan bisa menyampaikan pendangannya.
Semua perwakilan sepakat meminta anggota dewan agar mewaspadai lahirnya komunisme gaya baru. Sebab, paham itulah yang bisa merusak kesatuan bangsa.
“Mereka ingin membersihkan diri dari sejarah. Sejumlah langkah telah dilakukan, baik yuridis dan politik,” tegas Prof. DR. Aminuddin Kasdi. Dia menghimbau agar anggota dewan selayaknya mewaspadai akan bangkitnya komunisme gaya baru.
Senada yang dikatakan perwakilan korban Kanigoro. Menurutnya, “Sekarang umat Islam yang dikatakan teroris, padahal tahun 1965 kami adalah korban teroris. Jangan sampai sejarah ini dilupakan,” ujar.
Menurutnya, sekarang orang PKI sudah berani menghina umat Islam. Katanya, baru-baru ini di Blitar ada yang mengadakan ludruk patine gusti Allah. Rabine malaikat jibril. “Ini jelas memancing kemarahan umat Islam,” tegasnya yang disambut takbir masa.
Seluruh masukan diterima baik anggota dewan. Sebagaimana disampaikan Kuswanto, ketua fraksi Hanura, negara ini berdasarkan kedaulatan rakyat. Sedang komunis adalah sebuah ideologi yang terlarang di Indonesia. “Insyaallah, anggota dewan memiliki semangat yang sama dengan kalian,” ujarnya. Senada yang disampaikan Erwin fraksi Gerinda, menurutnya, ideology komunisme sangat tidak cocok di Indonesia. “Karena itu, dieologi semacam ini harus dilawan terus,” tegasnya.
Sementara itu, M Muhktar anggota fraksi Golkar ketika ditanya mengatakan forum seperti ini sangat bagus. Mengingatkan kita pada bahaya komunisme di Indonesia. “Ini menjadi kewaspadaan nasional,” ujarnya. Menurutnya, untuk menindaklanjuti hal itu, dirinya akan mengabarkan ke seluruh anggota dewan di DPRD Jatim yang kemudian akan disampaikan ke pimpinan dewan. “Setidaknya, nanti ada mekanisme untuk mengantisipasi hal itu. Atau bisa juga Bakesbang membuat program yang lebih menyentuh di masyarakat,” ujarnya.
Sementara, menurutnya UU no 1 PNPS/1965 dinilai sangat penting untuk menjaga integritas bangsa. Agama sangat hakiki, masyarakat yang taat akan sensitif dengan penodaan agama. “Jadi saya sangat sepakat penolakan pencabutan UU penodaan agama itu,” jelasnya kepada hidayatullah.com usai acara. [ans/hidayatullah.com]