Hidayatullah.com–Banyak kalangan pesimis Ujian Nasional benar-benar bisa membangun karakter bangsa. Kondisi tersebut diakui oleh Sukemi, Staf Khusus Kementerian Pendidikan Nasional. Namun pihaknya, menegaskan bahwa permasalahan yang dihadapi pendidikan saat ini sejatinya lebih disebabkan oleh rendahnya moralitas bangsa.
“Kita akui memang tidak sedikit yang mengkritik UN, tetapi kita jangan lupa, sebenarnya UN itu hanyalah instrumen yang relatif bisa diatasi jika generasi muda kita memiliki spirit belajar yang lebih baik. Persoalannya sekarang, begitu banyak penyimpangan yang terjadi justru di ranah pendidikan itu sendiri. Jelas di sini ada problem moral yang tidak ringan,” jelasnya kepada hidayatullah.com ketika ditemui di kantornya kemarin.
Menurutnya, terjadinya kasus kebocoran soal, itu disebabkan oleh moralitas yang rendah dan mental ingin sukses tanpa kerja keras. Padahal jika kita ingin tampil sebagai bangsa yang unggul, belajar merupakan kunci utama.
“Kebocoran soal itu memang cukup memprihatinkan kami. Tetapi itulah realitas di negeri ini bahwa kejujuran, etos belajar, dan meraih hasil dengan kerja keras, justru belum membudaya. Kalau seperti ini, kapan kita bisa bangkit,” katanya.
Staf Khusus Mendiknas Bidang Komunikasi Media ini juga menjelaskan bahwa idealnya pendidikan itu melahirkan peserta didik yang tidak saja cerdas, tetapi juga santun, mengindahkan nilai-nilai agama, norma dan moralitas yang menjadi karakter utama pendidikan Indonesia.
“Nah, ujian saja masih ada pihak yang tidak jujur, bahkan ada yang secara sengaja mencari-cari bocoran soal, ini kan jelas tidak bagus,” katanya.
“Boleh UN dikritik, tetapi kan seharusnya mereka juga punya integritas moral yang baik. Toh Mendiknas dalam hal ini tidak mungkin menetapkan kebijakan yang justru merugikan bangsa dan negara,” imbuhnya.
Menuntut ilmu, menurut ia, adalah ajaran yang dianjurkan, bahkan diwajibkan dalam Islam. Seharusnya pendidikan yang ingin kita bangun ini diimbangi dengan semangat publik untuk terus memiliki etos belajar yang lebih baik.
“Nuntut ilmu itu kan “ngluru” (bahasa Jawa), di mana orang yang mencari ilmu itu selalu tunduk dan patuh atas keyakinan yang diyakini. Jika ini yang dipahami oleh kita, insya Allah tantangan moral ini akan bisa kita hadapi bersama, dan UN pasti bukan sebuah hambatan. Kalau moral tidak bisa diatasi, wah saya kira kita tidak bisa berharap banyak lagi,” katanya. [imam/hidayatullah.com].