Hidayatullah.com–Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menegaskan bahwa ancaman pembekuan PWNU Jawa Timur merupakan sebuah tindakan yang tidak lazim karena di tubuh NU tidak pernah mengenal tradisi pembekuan.
“Tidak ada tradisi semacam itu (pembekuan, red.) dan pembekuan biasanya hanya berlaku di partai politik. Ini semakin kelihatan bahwa cara yang diambil lebih politis dari kepengurusan NU di bawah Pak Hasyim Muzadi,” kata Wakil Ketua PWNU Jawa Tengah Abu Hafsin, di Semarang, Senin (10/5).
Abu Hafsin menilai, wajar penolakan yang dilakukan PWNU Jawa Timur terhadap kepengurusan PBNU baru, karena dibentuk tanpa melibatkan tim formatur. Sementara Ketua Rois Syuriah PWNU Jatim menjadi tim formatur untuk perwakilan Jawa.
“Kami memahami ketidakpuasan PWNU Jatim. Banyak pengurus wilayah lainnya yang sebenarnya membiarkan (kepengurusan yang baru, red.), karena yang penting tidak terjadi kekacauan dan NU bisa berjalan dengan baik,” katanya.
Abu Hafsin menjelaskan bahwa dalam rapat tim formatur di rumah Rois Aam PBNU KH Sahal Mahfudz di Pati, Jawa Tengah pada 12 April 2010, di antaranya memutuskan Wakil Rois Aam terdiri dari dua orang, yakni KH Hasyim Muzadi dan KH Mustofa Bisri. Akan tetapi kemudian kepengurusan PBNU yang diumumkan berbeda.
“Kalau kepengurusan tidak atas kesepakatan formatur, maka wajar kalau kemudian banyak PWNU dan PWNU Jatim tidak puas. PWNU Jatim mengumpulkan sejumlah PCNU dan hasilnya meminta diadakan musyawarah luar biasa (MLB) jika tidak dikembalikan kepada pengurusan awal,” katanya.
Najahan, Wakil Ketua PWNU Jateng, menambahkan bahwa NU adalah organisasi yang sudah tertata dan mengedepankan demokrasi. Hasil muktamar sebagai majelis tertinggi organisasi harus dihormati semua pihak, termasuk menghormati pembentukan pengurus.
“Semuanya harus tunduk kepada garis organisasi dan bukan tunduk kepada personal,” katanya.
Dapat jaminan
Sebelumnya, salah seorang Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Saifullah Yusuf mengancam akan membekukan PWNU Jawa Timur jika masih berkeinginan menyelenggarakan muktamar luar biasa (MLB).
“Silakan saja gelar MLB dan bentuk kepengurusan sendiri. Biar nanti kami buat PWNU Jatim yang baru,” katanya saat ditemui di gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura, Surabaya, Senin (10/5).
Ia menduga wacana MLB itu diembuskan oleh pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil Muktamar NU di Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, lanjut dia, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim K.H. Mutawakkil Alallah tidak tahu-menahu soal wacana MLB yang diembuskan beberapa pengurus PWNU Jatim dengan mengumpulkan sejumlah PCNU.
“Saya sudah mendapatkan jaminan dari Kiai Mutawakkil, beliau tidak tahu-menahu dengan wacana itu,” kata Wagub Jatim itu usai mengikuti Sidang Paripurna DPRD Jatim.
Ia juga mengaku mendapatkan informasi bahwa 15 PCNU yang dikumpulkan di Surabaya, Minggu (9/5) lalu, tak ada satu pun yang setuju MLB untuk menggusur kepemimpinan duet K.H. Sahal Mahfudz dan K.H. Said Aqiel Siradj yang terpilih dalam Muktamar di Makassar itu.
Saifullah Yusuf beranggapan orang-orang yang sengaja menginginkan digelarnya MLB itu memiliki orientasi kedudukan, bukan semata-mata ingin berbakti kepada organisasi jam`iyyah yang didirikan para ulama pada 1926 itu.
“Yang perlu dicatat, di NU itu tidak ada orang yang mencari jabatan. Kalau tidak setuju dengan kepengurusan sekarang, ya sudah pergi saja,” kata salah satu keponakan mantan Ketua Umum PBNU K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu. [ant/hidayatullah.com]