Hidayatullah.com–Tak pelak, kini, banyak negara yang teracuni paham proyek Barat ini, tak terkecuali Indonesia. Sebuah organisasi dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan, negara dikatakan maju jika memperlakukan lelaki dan perempuan dalam posisi yang sama (equality) dalam berbagai bidang; sosial, politik dan ekonomi.
Pernyataan itu terungkap dalam diskusi pemikiran Islam di Aula Fadjar Notonegoro Fakultas Ekonomi (FE) Unair, Surabaya Kamis (24) siang. Hadir sebagai pembicara Direktur Institute for The Study Islamic Thought and Civilization (INSITS), Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi.
Terkait Indonesia, racun feminisme telah jauh menggerogoti tubuh negara ini. Terbukti, adanya Undang-Undang (UU) yang mengharuskan keterwakilan perempuan dalam dunia politik dan parlemen sebanyak 30 persen. Seperti yang ada dalam UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol).
Hamid mengatakan, feminisme adalah rekayasa Barat untuk menghancurkan struktur konsep Islam. Feminisme sendiri dilahirkan oleh postmodernisme yang kelahirannya diawali oleh relativisme. Paham ini mengklaim semua kebenaran relatif dan tak ada kebenaran mutlak, termasuk Islam.
Setelah kelahiran relativisme disusul kemudian nihilisme. Dalam hal ini, Nietzche pernah mengatakan, tuhan telah mati atau dengan ungkapan lain, tuhan sudah tidak ada. Setelah itu, muncul kemudian gender equality (persamaan gender) atau feminisme.
Paham tersebut kemudian diasong oleh orang-orang liberal. Sehingga Islam dikatakan bias gender dengan menggunakan dalil-dalil Al-Quran untuk menjustifikasi hal itu.
Padahal, menurut Hamid, Barat sendiri tidak pernah konsisten terhadap yang ia pahami. Seperti feminisme, di AS sendiri jumlah perempuan di parlemen lebih sedikit ketimbang di Indonesia.
Dengan UU “feminisme” tersebut, tidak jadi jaminan Indonesia maju sebagaimana dikatakan PBB. Bahkan, Indonesia tertinggal dengan Jepang, sebuah negara yang jumlah representasi perempuannya di dewan tidak sebesar Indonesia.
Menurut Hamid, tak usah jauh-jauh mengambil contoh AS sebagai pembuat feminisme, sebab negara Paman Sam itu berwajah ganda alias inkonsisten dengan pahamnya sendiri. [ans/hidayatullah.com]