Hidayatullah.com–Kendati fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan keputusan hakim, tapi secara agama Islam, fatwa itu sifatnya mengikat. Sebab, fatwa tersebut dikeluarkan atas dasar ketetapan agama. Meski demikian, bukan berarti MUI berhak memaksa masyarakat untuk menjalankan fatwa tersebut.
“MUI akan mendorong pemerintah dan pihak terkait agar menjadikan fatwa tersebut sebagai landasan Undang-Undang (UU),” ujar Ketua MUI Pusat KH. Ma’ruf Amin kepada hidayatullah.com Kamis (29/7).
Hal itu, jelas Kyai Ma’ruf, dilakukan untuk menepis dugaan akan menguapnya fatwa tersebut seiring berlalunya waktu. Dan, langkah yang akan dilakukan MUI adalah mengkomunikasikan hasil fatwa tersebut ke berbagai pihak terkait, seperti DPR, menteri, pemerintah, KPI, KPAI dan pihak terkait lainnya.
Langkah tersebut, ujar Kyai Ma’ruf akan dilakukan sebaik mungkin. Seperti yang dikatakannya, belum lama ini MUI telah bertemu dengan KPI berkenaan dengan siaran infotainment dan selain itu juga telah menyurati DPR.
Lebih jelas, Kyai Ma’ruf mengatakan, agar fatwa tersebut jadi landasan UU, MUI tidak saja melakukan komunikasi, tapi juga desakan (pressure). “Yang namanya fatwa, jelas menuai pro dan kontra. Di jaman Nabi juga demikian. Karena itu, kita akan lakukan argumentasi dan desakan,” jelasnya.
Kyai Ma’ruf cukup yakin usaha tersebut. Pasalnya, belajar dari fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI dulu, telah jadi landasan UU. Di antaranya, UU pornografi, UU perbankan syariah dan sukuk dan UU bernuansa Islam lainnya.
Kyai Ma’ruf mengatakan, hal itu dilakukan sebagai tanggungjawab keagamaan dan kemaslahatan bangsa. “MUI tidak memiliki kepentingan dan politik apapun,” terangnya. Karena itu, Kyai Ma’ruf berharap agar pemerintah dan pihak terkiat mau merespon fatwa tersebut sesegera mungkin. [ans/hidayatullah.com]