Hidayatullah.com—Tidak semua usaha kebaikan menghasilkan tanggapan yang baik. Kisah ini mirip kasus yang menimpa Front Pembela Islam (FPI). Upayanya membantu pemerintah menegakkan Perda No 10/ 2004 tentang Kepariwisataan DKI justru berbuah tuduhan.
Pelibatan FPI dalam pengawasan tempat hiburan malam saat Ramadhan dinilai sama saja melegalkan premanisme. Pernyataan ini disampaikan politikus PDI, Eva Kusuma Sundari.
“Saya prihatin, ini legalisasi premanisme. FPI tidak punya legitimasi untuk melaksanakan tugas negara,” kata anggota Kaukus Pancasila Parlemen itu dikutip detikcom, Jumat (7/8).
“Ini rawan kolusi dan ada resiko Satpol terkontaminasi premanisme. FPI bisa menunggangi Satpol,” tuduh Eva.
Sebagaimana diketahui, belum lama ini, Pemerintah DKI memberitakan akan manggandeng elemen masyarakat untuk membantu mengawasi pelaksanaan aturan jam operasional hiburan malam selama bulan Ramadhan.
Pada hari Selasa 2 Agustus 2010, Pemerintah DKI menerima perwakilan dari Front Pembela Islam (FPI) yang memiliki komitmen untuk membantu melakukan pengawasan bersama.
Melalui Ketua Umumnya, Habib Rizieq, FPI bahkan berjanji akan membantu pemerintah dan tak akan turun jalan jika aparat bisa menegakkan Dalam Perda No 10/2004 tentang Kepariwisataan DKI dan Keputusan Gubernur Nomor 98/2004 tentang Waktu Penyelenggaraan Industri Pariwisata di Jakarta.
Dalam peraturan itu tetulis, tempat hiburan malam seperti klab malam, diskotek, tempat sauna atau mandi uap, tempat pijat, dan usaha bar yang harus tutup saat Ramadhan. [dtn/ant/pko/hidayatullah.com]