Hidayatullah.com — Praktisi Hukum dan Advokat Forum Ummat Islam (FUI) Munarman, menegaskan bahwa toleransi dan kebebasan beragama yang selama ini kerap digembar-gemborkan kalangan yang mengaku peduli pluralisme, menyerukan kebebasan beragama, hanyalah omong kosong dan bualan semata.
Selain itu, jualan media arus utama yang sering menyerukan kebebasan dan keberimbangan pers, sama sekali tidak menunjukkan idealismenya.
“Ini menunjukkan bahwa sebetulnya kebebasan yang dimaksud mereka ini adalah kebebasan untuk mengacak-acak dan menyerang Islam,” kata Munarman dalam perbincangan dengan Hidayatullah.com, Jum’at (20/8).
Munarman mencontohkan, ketika terjadi pembakaran Masjid Fiisabilillah di Desa Lumban Huluan Lobu, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, yang sudah dibakar tiga kali, tokoh liberal dan kalangan yang menyebut diri sebagai pengawal pluralisme, sama sekali tidak ada yang angkat bicara.
Dalam pada itu, papar Munarman, media arus utama pun yang kerap mengedepankan kebebasan dan independensi pers, bertingkah polah sama.
“Tidak ada yang mengangkat berita itu. Media media arus utama diam. Tapi ketika yang terjadi sebaliknya, Islam pun diserang habis-habisan,” tutur Munarman, menyayangkan.
Dikatakan Munarman, media nasional arus utama seringkali beralasan bahwa tidak dimuatnya pemberitaan tentang diskriminasi yang menimpa umat Islam karena tidak ada akses informasi.
“Saya sudah SMS semua media media nasional, TV, tentang peristiwa ini. Tapi semua diam.”
Sebagaimana diberitakan media setempat, Masjid Fiisabilillah di Desa Lumban Huluan Lobu, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Pada Jum’at 27 Juli 2010 sekitar pukul 05.00 WIB dibakar orang tak dikenal (OTK).
Masjid yang terletak di kawasan mayoritas Nasrani ini merupakan salah satu masjid tertua di Kecamatan Porsea yang diperkirakan sudah berusia ratusan tahun. Saat ini kondisi bangunan masjid tinggal puing-puing dan hanya sebagian kecil bagian dinding yang terbuat dari papan masih tersisa.
Dari kondisi lapangan menunjukkan, kasus kebakaran pada masjid di Porsea itu cenderung karena disengaja dan direncanakan. Namun tak ada kelompok yang mengaku penganut pluralisme membela. Kasus ini berbeda jika ada gereja dirusak.
“Orang yang katanya peduli pluralisme dan kebebasan beragama tidak ada yang teriak-teriak,” ujar Munarman. [ain/hidayatullah.com]