Hidayatullah.com — Forum Umat Islam (FUI) mendesak kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk memanggil Kepala Badan Narkotika Nasional atau BNN Gories Mere, yang dinilai ada di balik aksi “kekerasan” Densus 88 dalam memberantas terorime selama ini.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Tim Advokasi Forum Umat Islam (FUI) Munarman, di hadapan anggota Komnas Ham di Jl. Latuharhari 4B, Menteng, Jakarta Pusat, Jum’at (01/10) kemarin.
Sikap ini disampaikan FUI menyusul untuk kesekian kalinya tindak penganiayaan yang dialami salah seorang tertuduh teroris, ustadz Khairul Ghazali, oleh Densus 88 belum lama ini. Pada pertemuan ini dihadiri pula Kartini Ghazali, Isteri Ghazali.
“Perlu ditegaskan pula, kami meminta agar Komnas HAM memanggil Gories Mere yang diduga menjadi aktor intelektual aksi-aksi kekerasan Densus selama ini,” kata Munarman.
Munarman menyebutkan, ada 2 bukti keterlibatan aktif Gories Mere yang bisa diajukan. Pertama, pada kasus penyidikan terhadap Muhammad Jibril Abdurrahman. Pada kasus ini, kata Munarman, Gories Mere menyaksikan langsung Jibril disiksa di tahanan. Ini sebagaimana pengakuan Jibril di pengadilan.
Kedua, pada kasus bentrok prosedural dengan Angkatan Udara di Bandara Polonia, Medan. Gories Mere hadir di sana bersama Densus.
“Kita memiliki datanya dan sumber kami terpercaya,” tegas Munarman.
Selain itu, Munarman juga menyampaikan sejumlah hal terkait penanganan isu terorisme oleh Polri. FUI meminta agar Komnas HAM melakukan MoU dengan Kepolisian terkait teknis penangkapan tersangka teroris.
Lebih lanjut Munarman memaparkan, Polri harus segera membubarkan tim kecil di Mabes Polri yang ditugaskan untuk menghabisi aktivis Islam. Sebagaimana temuan FUI, Munarman menyebutkan, di dalam Polri ada unit kecil yang sengaja dibentuk.
“Mereka memang dipersiapkan untuk membunuh. Mereka direkrut terdiri dari 40 orang, pangkatnya lebih tinggi dari komandan Densus 88”, jelasnya.
Sementara Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khattath, menyampaikan, para tersangka teroris yang ditahan selama 7×24 jam sebagaimana diatur UU Terorisme, juga perlu diperiksa. Sebab kata dia, jangan sampai mereka selama penahanan tersebut mengalami tindak pemaksaan atau kekerasan dari pihak penyidik.
“Ini juga harus diungkap, diapakan saja mereka,” ujarnya.
Al Khattath juga mewanti-wanti kepada Polri, khususnya Densus, untuk berhenti membunuhi para aktivis Islam. Jika ini tidak dihentikan, lanjut dia, maka ini akan memancing ketegangan di kalangan umat Islam.
Dipertanyakan
Sebelum ini, sebagaimana dikutip detik.com (23/9) dugaan keikutsertaan Komjen Gories Mere dalam penggerebekan teroris di Medan menjadi pertanyaan banyak pihak.
Menurut Detik, saat ini jenderal bintang tiga tersebut sudah tidak lagi bersinggungan langsung dengan penanggulangan terorisme di Indonesia. Namun faktanya, dalam penggerebekan teroris di Medan beberapa waktu lalu, ia disebut-sebut ada dalam rombongan Densus 88 yang ‘menerobos’ Pos Golf Bravo Bandara Polonia untuk menuju Area Delta.
Menurut Ketua Badan Pengurus Kontras, Usman Hamid, keterlibatan Gories ini bukan yang pertama kalinya.
“Soal keterlibatan Gories ini bukan pertama kali. sebelumnya pernah terjadi. Gories memang punya kemampuan antiteror yang baik, di Indonesia maupun jaringan internasional,” kata Usman Hamid dalam sebuah diskusi di Bakoel Coffee, Jakarta, Rabu (22/9/2010).
“Ini strukturnya harus dipertanggungjawabkan. Densus harus diaudit,” desak Usman kepada detik. [ain/det/hidayatullah.com]