Hidayatullah.com — Wakil Ketua Umum Partai Demokras (PD) Prof. Dr. Achmad Mubarok, mengatakan, umat Islam di Indonesia harus menjadikan Indonesia lebih islami. Umat Islam juga mesti cerdas agar arah politiknya jelas. Hal itu disampaikan Mubarok ketika tampil sebagai pembicara di acara seminar Kajian Psikopolitik di Jakarta, Ahad, (31/01) kemarin.
Setengah berseloroh, Mubarok mengaku dirinya lebih suka agar ummat Islam Indonesia hidup dalam negara Indonesia yang Islami, dibanding di dalam Negara Islam Indonesia (NII)
“Sama-sama NII, tapi ini negara Indonesia yang lebih Islami,” katanya sembari tersenyum. Hadirin senyum-senyum.
Entah dalam rangka berpromosi atau kebetulan, Dewan Pembina Partai Demokrat ini kemudian melanjutkan, “Partai Nasionalis yang Islami mungkin lebih mudah dikendarai dibanding Partai Politik Islam yang tidak islami,” katanya. Mubarok tidak merinci partai nasionalis Islami yang dimaksud.
Dikatakan Mubarok, politik adalah kendaraan untuk menggapai kursi kekuasaan. Tapi seorang politisi, lanjut dia, harus ingat bahwa di atasnya ada Tuhan Yang Maha Esa.
Maka kata Mubarok, seorang penguasa muslim harus selalu berpolitik dengan politik Tuhan. Dia menjelaskan, di satu sisi Tuhan adalah Maha Kuasa dan kekuasaannya tidak terbatas. Di sisi yang lain Tuhan adala Maha Pengasih dan Penyayang. Sehingga kendali dua kutub itu, jelas Mubarok, adalah pada keadilan, dan Tuhan adalah Maha Adil.
“Jadi obsesi politik muslim adalah meraih kekuasaan, agar bisa menyebarluaskan kasih sayang kepada rakyat seadil mungkin,” ujarnya.
Pada termin tanya jawab, Abdul Aziz, salah seorang peserta bertanya kepada Mubarok. Aziz menyoal kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyon yang notabene pendiri Partai Demokrat tempat Mubarok berpolitik yang dinilainya menyimpang dari semangat politik Islam. Namun Mubarok tidak menjawab pertanyaan tersebut secara detail.
“Saya tidak menemukan jawabannya, muter-muter aja beliau,” kata Imam Nawawi, salah seorang penanya yang pertanyaannya juga tidak dijawab Mubarok. Imam bertanya tentang sistem demokrasi yang dianut Indonesia. Ini tidak Islami, sebab bagaimana bisa berkuasa dengan dasar-dasar metode yang keliru dan diambil dari falsafah barat, begitu tanya imam.
Prof Mubarok hadir dalam rangka acara penutupan Musyawarah Wilayah (Muswil) III Hidayatullah DKI Jakarta, sekaligus menjadi pembicara pada seminar tersebut.
Muswil ini berhasil menelurkan kepengurusan baru Pengurus Wilayah Hidayatullah DKI Jakarta. Dipilih sebagai Ketua PW DKI Jakarta Surjadi Rasjid, S.Sos, didampingi Agung Tranajaya, Lc sebagai sekretaris dan Machmud Effendi, Lc sebagai bendahara. [ain/hidayatullah.com]