Hidayatullah.com–Kamis (17/2) Siang itu, dua hari pasca pasca insiden kerusuhan, Pesantren YAPI, Pasuruan tampak ramai. Puluhan polisi masih berjaga-jaga di luar pesantren. Sebuah mobil milik stasiun TV swasta masih standby. Beberapa wartawan nasional juga masih banyak di sana.
Di sebelah kanan pintu gerbang terlihat spanduk bertuliskan “Indonesia Bersatu Tolak Anarkisme”. Tulisannya dicetak besar. Terlihat begitu jelas.
Seorang satpam, Nurcholis, demikian tertera di baju seragam putihnya, buru-buru menghampiri hidayatullah.com. “Mau apa, mas?” tanyanya. Ketika tahu yang datang wartawan, ia pun lantas menyuruh penulis mendatangi sejumlah orang yang sedang bergerombol tak jauh dari pos satpam. “Tanya sama mereka saja,” katanya sambil menunjuk mereka.
Setelah insiden kerusuhan itu, kondisi pesantren ini, ketika itu tampak belum pulih betul. Pecahan kaca masih berserakan. Berkas lemparan pun belum dibersihkan. Police line juga masih terpasang di sejumlah titik tempat kaca jendela yang pecah.
“Coba Anda ke bagian informasi. Tanya saja di sana,” ujar salah satu mereka.
Di ruang informasi yang ditunjuk itu, tampak beberapa pengurus pesantren sedang sibuk merapikan sesuatu.
Sayangm Ketua Yayasan Yapi, Muhsin Assegaf tak bisa ditemui. “Maaf. Saya tak bisa pastikan bisa atau nggak beliau diwawancarai. Lebih baik, Anda datang besok saja kemari,” ujar Shohib Aziz, bagian TU pesantren.
Kepada hidayatullah.co, Shohib, bercerita sedikit tentang pesantren YAPI. Pesantren yang memiliki luas sekitar 3 hektar ini memiliki santrinya sekitar 600 santri. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia. “Dari berbagai daerah, ada di sini,” katanya.
Tak beda dengan pesantren modern lain, YAPI menggunakan sistem terpadu; diniyah dan umum.
Menurutnya, selama ini, lulusannya YAPI tersebar ke berbagai perguruan tinggi baik nasional maupun luar negeri. “Tergantung minat dan bakat mereka,” katanya. Untuk luar negeri, Shohib mengatakan jika lulusanya ada yang kuliah di Mesir, Arab Saudi dan lainnya. Shohib juga tidak menampik jika ada yang kuliah di Iran.
“Ya, ada juga yang di Iran,” katanya.
Umumnya para santri YAPI adalah siswa-siswa keturunan Arab. Sayang, hidayatullah.com tak bisa mengorek keterangan lebih jauh kepada para santri. Sebab ketika hendak mengajak ngobrol, seorang santri yang lebih tua datang dan melarang untuk diwawancari.
Tak hanya itu, santri senior inipun membawa santri muda itu ke dalam.
Tak hanya wawancara yang dilarang, ketika hidayatullah.com hendak mengabadikan beberapa momen menarik, tiba-tiba datang larangan motret dan melihat-lihat lebih dalam.
“Jika mau gambar, kami siapkan,” katanya dengan lembut. Tapi entahlah, kenapa pesantren ini terkesan tertutup. *
Foto: anshor