Hidayatullah.com–Khairul Ghazali, salah seorang terpidana dalam kasus perampokan Bank CIMB Medan, kembali menulis buku. Kali ini ia menulis buku berjudul “Mereka Bukan Thagut; Meluruskan Salah Paham tentang Thagut”. Sebelumnya, Juli 201, ia menulis buku berjudul “Aksi Perampokan Bukan Fa’i”.
Khairul mengatakan, latar belakang ia menulis buku ini karena telah terjadi kekeliruan di tengah masyarakat dalam memaknai thagut.
“Ada kelompok yang begitu mudah men-thaugut-kan seseuatu. Telah terjadi distorsi pemahaman tentang thagut,” kata Khairul pada peluncuran buku karyanya itu di Hotel Grand Sahid Jakarta, Sabtu (17/12/2011).
Khairul kemudian mencontohkan kekeliruan itu. Saat ini, jelas Khairul, ada kelompok yang mengatakan mereka yang bekerja dengan pemerintah adalah thagut. “Bayangkan saat ini ada sekitar 5 juta PNS, berarti 5 juta PNS itu adalah thagut, kafir menurut kelompok itu,” jelasnya.
Khairul menamakan kelompok yang mengatakan PNS itu thagut adalah kelompok radikal ekstrimis ideologi. Mereka, kata Khairul, telah menyelewengkan makna yang sebenarnya tentang thagut.
Akhirnya, lanjut Khairul, karena diselewengkan istilah thagut, menjadi bahasa yang agitatif dan kerap menjadi bahan untuk mencuci otak dan mengarahkan orang untuk melakukan tindak terorisme. Ia kemudian meluruskan makna sesungguhnya dari kata thagut dalam sebuah karya buku.
Dalam bukunya, Khairul menulis, ditinjau dari aspek etimologis, thagut berasal dari akar kata thagha yang berarti melampaui batas. Kata thagha yang bermakna melampui batas dinyatakan sebanyak lima kali, yaitu dalam QS. Thaha [20]:23, 43; QS. An-Najm [53]:17; QS. An-Nazi’at [79]:17, 37.
“Seorang suami yang menampar pipi istri adalah thagut, karena telah melampaui batas. Syariat Islam tidak membenarkan seorang suami menampar pipi istrinya. Yang dibenarkan adalah memukul kakinya,” papar Khairul.
Jadi, jelas Khairul menambahkan, setiap orang memiliki potensi untuk melampaui batas alias menjadi thagut. “Janganlah sibuk men-thaugut-kan orang lain, sementara dirinya sendiri adalah thagut,” tandasnya.
Thagut, seperti yang tertulis di buku itu, bisa juga berarti setan, berhala, maupun dukun.
Buku kedua Khairul ini diterbitkan oleh Grafindo Khazanah Ilmu. Dalam peluncuran buku tersebut, hadir pembahas Ustadz Ja’far Umar Thalib, Abu Rusdan, Ustadz Abdurrahman Ayyub, dan Prof DR Muhammad Baharun. Selain itu hadir pula Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai.
Salah satu pembahas, Abu Rusdan memaparkan, terbitnya buku yang ditulis Khairul Ghazali tidak menyelesaikan persoalan, tetapi justru menambah persoalan. “Niatan untuk meredam radikalisasi, justru dilakukan dengan cara yang radikal,” kata Abu Rusdan.
Abu Rusdan khawatir dengan adanya buku ini malah bakal meruncing perbedaan. Di kalangan ulama sendiri terjadi perbedaan pemahaman tentang thagut.
Seharusnya, jelas Abu Rusdan, dilakukan proses komunikasi antara pihak-pihak yang berbeda pemahaman soal thagut.
“Lakukan komunikasi terus, lama-lama juga ketemu,” katanya.
Seperti diketahui Khairul Ghazali merupakan salah satu tersangka kasus perampokan CIMB Niaga Medan yang divonis hakim lima tahun penjara.*