Hidayatullah.com–Lembaga PBB urusan pengungsi UNHCR dalam laporannya menilai negara Belanda tidak peduli kepada orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.
Sebagaimana dilansir Radio Nederland (16/12/2011), Belanda tidak memberikan perlindungan terhadap pengungsi. Dengan alasan tidak diakui sebagai orang tanpa kewarganegaraan, para pengungsi tidak mendapatkan layanan kesehatan dan perumahan, yang sebenarnya adalah hak mereka.
Berdasarkan dua kesepakatan internasional, yang juga ditandatangani oleh Belanda, orang-orang tanpa kewarganegaraan bisa mendapat status istimewa. Mereka adalah orang-orang tanpa paspor atau tanpa kartu identitas, dan tak ada satupun negara yang mengakui mereka sebagai warganya, sehingga tidak bisa meminta bantuan kedutaan. Orang-orang tanpa kewarganegaraan yang diakui, berhak mendapat izin tinggal dan setelah lima tahun bisa mendapat kewarganegaraan Belanda.
Namun menurut UNHCR, hal itu kadang tak terjadi di Belanda.
Contohnya Ahmed Hassan yang berasal dari Somalia. Tahun 2007, lelaki suku Bajuni itu pergi meninggalkan negaranya menuju Belanda. Permohonan suakanya ditolak, karena ia tidak bisa menunjukkan identitas kewarganegaraan Somalia. Hassan lalu dialihkan ke kedutaan Kenya dan Tanzania, tapi mereka juga tidak mau mengakuinya.
Pada 2010 ia dipulangkan ke Somalia, tapi di sana ia dicekal karena tak bisa berbahasa resmi Somalia. Ia hanya bisa berbicara bahasa sukunya. Ia kini kembali ke Belanda dan tidak jelas soal nasibnya. Ia mendekam di pusat penampungan pengungsi.
Orang-orang itu seharusnya mendapat status khusus. Namun, UNHCR menuduh Belanda tidak memenuhi prosedur yang telah disepakati. Akibatnya banyak orang-orang yang tidak jelas nasibnya. Permohonan suaka mereka ditolak, karena mereka tidak diakui sebagai pencari suaka. Mereka dijebloksan ke rumah tahanan atau mereka divonis sebagai penduduk ilegal.
PBB juga menyerukan perhatian terhadap anak-anak yang lahir tanpa nasionalitas. Mereka seharusnya mendapat kewarganegaraan Belanda.
Perempuan Somalia misalnya, punya masalah karena mereka tidak bisa mewariskan kewarganegaraannya kepada anak-anak mereka. Hanya laki-laki yang bisa melakukan itu. Namun sayangnya kadang sang bapak tidak ada. Tanpa kewarganegaraan, seorang anak akan bermasalah di kemudian hari, seperti tidak bisa melanjutkan studi jika usianya sudah di atas 18 tahun.
Menurut René Bruin dari UNCHR Belanda, seharusnya Belanda punya prosedur khusus. Orang harus tahu kapan mereka didefinisikan tak punya atau memiliki kewarganegaraan, karena mereka akan mendapat hak khusus. Menurut René Bruin, hal itu sebetulnya tercantum dalam perjanjian yang ditandatangani Belanda.
Diperkirakan ada 12 juta orang di seluruh dunia yang tak memiliki kewargenegaraan. Data statistik Belanda menyebutkan, ada lebih dari dua ribu orang tanpa kewarganegaraan di negara kincir angin itu, termasuk di antaranya 1.000 orang asal Maluku.*