Hidayatullah.com–Bank Indonesia (BI) berniat mengajak jajaran Kemeterian Agama (Kemenag) melalui Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar dan Dirjen Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umroh (PHU) Anggito Abimanyu untuk mendiskusikan pengelolaan dana haji.
Sebab, kalangan bank syariah berminat mengelola dana haji sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, seiring makin membaiknya kepercayaan masyarakat terhadap sistem bank tersebut, kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI) Edy Setiadi pada diskusi perbankan syariah dengan wartawan koordinatoriat Kementerian Agama di Bandung.
Ikut berbicara pada acara itu Deputi Diektur Departemen Perbankan Syariah B Dani Gunawan dan Deputi Direktur Grup Hubungan Masyarakat BI Hari Murti. Diskusi bertema “Perbankan Syariah, Potensi, Tatangan bagi Pembangunan Eekonomi Umat dan Bangsa”.
“Idealnya pengelolaan dana haji dilakukan secara syariah,” katanya.
Karena itu, pihaknya sangat terbuka jika pihak Kementerian Agama membicarakan pengelolaan dana haji, khususnya dana setoran haji. Sehingga nantinya dapat memperkuat sistem bank syariah dan membawa manfaat bagi calon jemaah haji itu sendiri.
Sistem perbankan syariah di Indonesia memang baru dikenal beberapa tahun terakhir. Sistem itu banyak dianut bukan hanya di kalangan negara Islam, tetapi juga nyatanya di negara Barat.
Justru di Eropa lebih maju. Dalam konteks itu, ia berharap Dirjen PHU yang juga pakar “fulus” bisa membawa pengelolan dana haji lebih baik lagi.
Bank Syariah melakukan kegiatannya berlandaskan pada Al Quran dan hadist, termasuk fikih muamalah yang dituangkan dalam bentuk fatwa oleh otoritas fatwa dewan syariah nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Saya kira pak Nasarudin sudah sering berkumpul dengan kita di BI. Tapi, secara spesifik belum pernah membicarakan soal pengelolaan dana haji,” katanya menambahkan, seperti dimuat Antara.
Ia mengaku bahwa diangkatnya Anggito Abimanyu sebagai Dirjen PHU membawa angin segar pengelolaan dana haji akan lebih transparan.
Edy Setiadi dalam acara pada Sabtu (7/7/2012) malam itu menceritakan bahwa masyarakat kebanyakan menginginkan transaksi keuangan dilaksanakan dengan sistem bank syariah.
Lantas, kebutuhan itu diaspirasi oleh MUI yang pada muktamarnya di Cisarua (1991) dan kemudian pada 1992 didirikan bank syariah pertama.
Bank itu pada awalnya dikenal sebagai bank bagi hasil, pertama Bank Muamalat dan disusul berdirinya 77 BPR Syariah.
Lantas pada penelitian BI diketahui 89 persen masyarakat Indonesia memiliki preferensi untuk menggunakan bank syariah dan 45 persen menganggap bank berdasarkan bunga tidak sesuai dengan keyakinan agamanya, katanya.
Jika dana haji ditabungkan di bank syariah, menurut dia, akan sangat baik. Sebab, dari aspek penghimpunan dana, secara struktural bank bersangkutan akan mendapat dana yang stabil. Baik untuk jangka menengah dan panjang.
“Dana-dana haji akan meningkatkan kapasitas bank syariah dalam kemampuan penyaluran pembiayaan,” katanya.
Hal lain, secara persepsi masyarakat, dengan diinvestasikannya dana haji pada bank syariah akan meningkatkan kepercayaan bahwa dana yang dikelola itu akan terjamin aspek syariahnya.
Tentu, lanjutnya, akan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana haji yang dijalankan Kementerian Agama.*