Hidayatullah.com —Meski Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai telah menyangkal jika lembaganya mengusulkan sertifikasi dai dan ulama, namun kenyataanya wacara itu tetap saja membuat banyak orang ikut geram. Di antaranya adalah Fauzan Al Anshari.
Direktur Lembaga Kajian Politik dan Syariat Islam (LKPSI) ini menilai wacana yang dilontarkan BNPT itu sudah melampaui kewenangannya.
Fauzan yang dulu pernah aktif di Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) mengaku cukup memahami ide lembaga tersebut (BNPT, red).
Mungkin, kata Fauzan, yang dimaksudkan adalah Islam menurut standar BNPT.
“Jadi jika mau jadi muballigh atau ulama, ya harus lulus ujian BNPT,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Selasa, (11/09/2012).
Sebelumnya, BNPT menolak tuduhan tersebut. Menurut Anshaad, wacana tersebut telah diubah sedemikian rupa sehingga dimaknai berbeda oleh publik. Padahal, BNPT hanya mencontohkan sertifikasi ulama di Singapura sebagai bentuk dari program deradikalisasi.
“Jadi itu hanya memberikan contoh dengan sertifikasi (pemuka agama Islam) di Singapura. Jadi itu plintiran, BNPT punya program seperti itu,” kata Kepala BNPT, Ansyaad Mbai kepada Republika Online, Senin (10/9/2012).
Sebagaimana diketahui, wacana sertifikasi dai, mubaligh dan ulama mencuat dalam sebuah diskusi Sindoradio, bertajuk “Teror Tak Kunjung Padam” di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2012), kala itu, Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris mengusulkan adanya sertifikasi terhadap ulama.
“Dengan sertifikasi, maka pemerintah negara tersebut dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi,” ujarnya.
Sayang, pernyataan itu mendapat penentangan dari berbagai pihak, termasuk Ketua Komisi Fatwa MUI Ma’ruf Amin dan Ketua PBNU, Said Aqil Siradj. [Baca: PBNU: Sertifikasi Ulama Langkah Memalukan!]
Fauzan mencurigai, BNPT terispirasi cara Orde Baru dalam memperlakukan kalangan Muslim, di mana akan membuat standar-standar berislam dan berdakwah. Termasuk membekali surat izin.
“Dalam hal ini BNPT akan membuat syarat. Dilarang dakwah dengan materi jihad, dilarang mengkafirkan orang kafir, dilarang menyesatkan orang sesat, khutbah cukup membaca materi yang sudah dibagikan BNPT dan lain-lain, mirip Surat Izin Muballigh (SIM) zaman Orde Baru dulu,” ungkap Fauzan.*