Dalam rangka menjernihkan permasalahan Syiah di Indonesia dan simpang-siurnya berita di media massa selama ini, Redaksi hidayatullah.com menurunkan tulisan berseri tentang fakta dan data Syiah di Indonesia yang dirujuk pada buku-buku dan penerbitan Syiah di Indonesia. Selamat membaca.
***
MESKI berulang kali menyatakan cinta damai dan bersaudara dengan kaum Ahlus Sunnah, tetapi kaum Syiah di Indonesia terbukti sulit melepaskan diri dari budaya caci maki, laknat, dan fitnah. Bahkan, ironisnya, tuduhan-tuduhan keji tak henti-hentinya ditujukan kepada istri Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam, Aisyah r,a., yang sangat dihormati kaum Muslimin, sepanjang zaman.
Tahun 2007, Pondok Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur – berdiri sekitar tahun 1700 M – mengeluarkan sebuah buku berjudul “Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah”? Salah satu beratnya menjalin ukhuwah antara Sunni-Syiah, menurut buku ini, adalah karena kaum Syiah melanggengkan kecaman terhadap para sahabat Nabi. Padahal, al-Quran sendiri menjelaskan:
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaannya…” (QS al-Fath: 29).
Buku Sidogiri itu juga mengkritik sebuah penerbitan Syiah di Jakarta (2004) berjudul Keluarga Suci Nabi: Tafsir Surat al-Ahzab ayat 33, yang mengutip kata-kata Aisyah r.a. yang – katanya — memerintahkan agar Utsman bin Affan dibunuh. Konon, menurut buku terbitan Syiah ini, Aisyah r.a. pernah berkata: “Bunuhlah nu’tsal (si tua Yahudi, maksudnya adalah Utsman), semoga Allah membunuhnya.”
Dalam buku “Dialog Sunnah – Syiah” karya Syarafuddin al Mushawi, terbitan Mizan (cetakan pertama, 1983), juga dimuat tuduhan bahwa Aisyah r.a. telah berbohong karena menceritakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam meninggal di pangkuannya, sehingga didoakan oleh penulisnya, mudah-mudahan Allah memberikan ampunan untuk Aisyah r.a.: “Oh…., semoga Allah mengaruniakan ampunan-Nya bagi Ummul Mu’minin! Mengapa ia, ketika menggeser keutamaan ini dari Ali, tidak mengalihkannya kepada pribadi ayahnya saja! Bukankah yang demikian itu lebih utama dan lebih layak bagi kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam daripada apa yang didakwahkannya? Namun sayang ….., ayahnya – waktu itu – bertugas sebagai anggota pasukan di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, yang persiapannya telah diatur dan ditetapkan sendiri oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.; dan pada saat itu sedang berhenti dan berkumpul di sebuah desa bernama Juruf!” (hal. 353).
Di buku ini juga dimuat cerita bohong tentang provokasi Aisyah terhadap masyarakat dengan memerintahkan mereka agar membunuh Utsman bin Affan. Kata buku ini, Aisyah r.a. pernah mengatakan: “Bunuhlah Na’tsal, karena ia sudah menjadi kafir!” (Na’tsal adalah orang tua yang pandir dan bodoh). (hal. 357). Di halaman yang sama, dimuat satu syair yang mengecam Aisyah r.a.:
“Engkau yang memulai, engkau yang merusak
Angin dan hujan (kekacauan)
Semuanya berasal darimu
Engkau yang memerintahkan
Pembunuhan atas diri sang Imam
Engkau yang mengatakan
Kini dia sudah kafir.”
Semasa hidupnya, Aisyah r.a. sendiri telah membantah fitnah yang ditujukan beliau. Aisyah r,a, tidak pernah menulis surat yang ditujukan kepada penduduk Mesir agar mereka membunuh Utsman r.a. Membaca kisah ini, tampaknya ada yang menfitnah Aisyah r.a. dan merusak masyarakat Muslim. (Sumber: Tarikh Khalifah bin Khayyath, hal. 176 & Tarikh al-Madinah, Ibn Syabbah 4:1224. Semua ada dalam Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fil-Fitnah, karya Dr. Mahmud Umahzun, dar thayba, Riyadh, cet. I, 1994, vol.2/29-30. Data: Buku Fitnah Maqtal Utsman, karya Dr. Mhmmad al-Ghabban, Maktabah Obeikan, Riyadh, cet. I, 1999).
Banyak hadits Nabi yang menunjukkan betapa tingginya keutamaan yang dimiliki istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam tersebut. Misalnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam pernah berkata kepada Ummu Salamah: “Janganlah kamu menyakiti aku dengan menyakiti ‘Aisyah. (HR. Bukhri). Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam pernah berpesan kepada Fatimah: “Wahai putriku, apakah engkau mencintai apa yang aku cintai? Fatimah menjawab; Ya.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda: “Cintailah ini –maksudnya ‘Aisyah-”. (HR. Bukhari).
Dalam kitab Muqaddimah Qanun Asasi, hal.7, KH Hasyim Asy’ari – pendiri NU — menyatakan, orang atau kelompok yang mengecam para sahabat Nabi adalah termasuk ahli bid’ah dan sesat. Kyai Hasyim juga mengutip beberapa hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam tentang kecaman terhadap orang yang mencaci sahabat-sahabat beliau, seperti sabda beliau Shallallahu ‘alaihi Wassalam: ”Janganlah kau menyakiti aku dengan cara menyakiti ‘Aisyah”. “Janganlah kamu caci maki sahabatku. Siapa yang mencaci sahabatku, maka dia akan mendapat laknat Allah Subhanahu Wata’ala, para malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima semua amalnya, baik yang wajib maupun yang sunnah”. Juga hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam: “Apabila telah nampak fitnah dan bid’ah pencacian terhadap sahabatku, maka bagi orang alim harus menampakkan ilmunya. Apabila orang alim tersebut tidak melakukan hal tersebut (menggunakan ilmu untuk meluruskan golongan yang mencaci sahabat) maka baginya laknat Allah, para malaikat dan laknat seluruh manusia”, demikian pesan KH Hasyim Asy’ari.
Ya… mencaci maki Presiden saja dimasukkan dalam kategori tindak kejahatan (pidana). Bagaimana jika yang dicaci-maki adalah sosok-sosok yang sangat mulia dan sangat dihormati dan dicintai kaum Muslimin? (bersambung).* []