Hidayatullah.com–Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto pertanyakan kinerja Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selama bergabung di perusahaan minyak milik negara itu. Dia menilai, selama Ahok menjabat sebagai komisaris utama, Pertamina nyaris tidak memiliki prestasi yang layak dibanggakan. Tapi sebaliknya banyak keanehan dan kejanggalan yang begitu jelas terlihat di masyarakat.
“Pekan lalu kita dengar kabar Pertamina tidak masuk daftar Fortune Global 500. Sekarang yang terbaru Pertamina rugi Rp 11,13 triliun di semester pertama tahun 2020. Kondisi ini jelas harus jadi perhatian Pemerintah. Jangan terus dibiarkan dan menunggu Pertamina mengalami kondisi yang lebih parah. Mau sampai kapan membiarkan Pertamina babak belur seperti ini?” kata Mulyanto dalam siaran persnya, Kamis (27/08/2020).
Mulyanto mengatakan, sebagai Komisaris Utama Pertamina Ahok seharusnya mampu melakukan pengawasan agar perusahaan yang dipimpinnya lebih baik. Dengan kewenangan yang dimiliki dan dukungan politik memadai, sebenarnya Ahok punya kesempatan lebih besar membenahi Pertamina. Apalagi lanjutnya, menjelang pengangkatan dirinya menjadi komisaris utama, mantan Gubernur DKI itu sesumbar bisa memperbaiki masalah di Pertamina.
“Waktu itu Ahok bilang, merem saja Pertamina sudah untung. Asal diawasi. Nah kalau sekarang Pertamina rugi, artinya apa? Apa Ahok tidak mengawasi. Kok nyatanya Pertamina bisa rugi,” ujarnya.
Menurut Mulyanto, secara teori di semester pertama tahun 2020 ini Pertamina harusnya untung, bukan rugi seperti sekarang. Pasalnya, saat harga minyak dunia anjlok ke angka yang paling rendah sepanjang sejarah, Pertamina tidak menurunkan harga BBM sedikitpun. Termasuk harga BBM non-subsidi yang harganya mengikuti harga minyak dunia.
“Secara perhitungan kasar, Pertamina harusnya untung besar,”jelasnya.
Politisi Fraksi PKS itu, mengaku heran jika dalam laporan semester pertama tahun 2020 ini Pertamina malah rugi. Oleh karena itu pihaknya menduga ada faktor non-teknis yang menyebabkan Pertamina mengalami rugi yang begitu besar.
Untuk itu ia minta peran pengawasan komisaris utama lebih ditingkatkan. Di sisi lain, Pemerintah pun jangan sungkan mengevaluasi kerja komisaris utama yang sekarang.
“Jika memang tidak mampu pecat saja. Ganti dengan figur profesional yang memahami kerja dunia perminyakan. Pertamina butuh gagasan besar. Bukan omong besar,”pungkasnya.* Azim Arrasyid