BEBERAPA hari terakhir, selain masalah film penghinaan Nabi, kasus terorisme mencuat lagi. Seorang tokoh yang namanya kembali menjadi rujukan media massa jika kasus seperti ini mencuat. Semua kamera wartawan tertuju padanya ketika aksi teror kembali terjadi di beberapa lokasi di zamrud khatulistiwa ini. “Wajar saja. Namanya juga tim penanggulangan teror, kerjanya kalau teror sudah terjadi, baru tuding sana tuding sini,” ujar sebagian orang yang sinis. “Namanya juga penanggulan kasus gan, bukan pencegahan. Kalau ada kabar buruk untuk elite pemerintahan, maka buru-buru tanpa dinyana berita terorisme menjulang, menimbun berita korupsi pejabat,” ujar yang lain.
Sudah begitu, yang buat miris adalah pernyataan-pernyataannya yang sudah berulangkali melukai hati umat Islam. Sebelum ini, ia menuding banyak tempat ibadah dan universitas yang telah dikooptasi kaum radikalis. Ia pernah menjelaskan, kampus juga menjadi sasaran empuk untuk proses regenerasi apa yang dia sebut sebagai kaum radikalisme. Mbai menjelaskan hasil penelitiannya, “Banyak tempat ibadah yang dikooptasi kaum radikal. Kampus juga kewalahan radikalisme di kampus”, ujarnya.
Ia juga menuduh bahwa 86% mahasiswa di 5 universitas kenamaan di Pulau Jawa tidak lagi menerima Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, katanya.
Tak kunjung berhenti, ia juga menuduh para siswa menengah ke atas serta Rohis juga menjadi sasaran ‘ekstremis’. Mendengar paparan semacam ini tentu membuat gerah umat Islam.
Saya sendiri yang dulu semasa SMA aktif di Rohis merasa difitnah dengan pernyataan semacam ini. Kegiatan di Rohis jelas bermanfaat. Tidak pernah mengajarkan kekerasan dan terorisme. Justru kita diajari untuk berkasih sayang dan berakhlak mulia kepada siapa saja, bahkan kepada orang kafir sekalipun. Begitupun di kampus, sewaktu aktif di Lembaga Dakwah Kampus (LDK), tak sedikitpun ada doktrin kekerasan untuk memusuhi kalangan non Muslim atau penguasa. Yang kita perangi itu kebathilan. Kalau ada kasus korupsi kita demonstrasi. Kalau bangsa Palestina dizalimi oleh Zionis Israel, kita gelar aksi solidaritas. Karena Zionis itu jelas biang teror dan kita bangsa Indonesia -sesuai konstitusi- anti terhadap terorisme dan penjajahan di atas dunia.
Yang paling mutakhir, ide nya menggulirkan wacana sertifikasi terhadap para da’i dan ulama.
Siapa sih umat Islam yang tidak tersinggung jika agamanya dilecehkan begini. Tak heran kalau kemudian MUI dengan tegas menolak wacana nyeleneh tersebut. Ketua Komisi Fatwa MUI, KH. Ma’ruf Amin menegaskan predikat ulama didapat dari pengakuan masyarakat, bukan pemerintah. Seseorang disebut ulama jika diakui masyarakat. “Untuk apa sertifikasi seperti ini? Sertifikat ulama ini dari masyarakat, bukan dari pemerintah. Jadi, tidak perlu sertifikasi seperti itu,” jelasnya, Sabtu (8/9/2012).
Kiai Ma’ruf, sapaan akrabnya, justru mempertanyakan efektifitas institusi pemerintah yang menanggulangi kasus terorisme. “MUI menganggap sudah ada institusi pemerintah yang menanggulanginya. Tapi saya tidak tahu institusi itu sekarang efektif atau tidak,” sindir Kiai Ma’ruf.
Sementara itu, tokoh FPI menilai saat ini BNPT sudah kebablasan. Mereka dinilai tidak paham kesucian agama Islam dan tidak tahu kemuliaan ulamanya. “BNPT ingin memposisikan Islam dan ulamanya sebagai musuh, sehingga mereka ingin punya justifikasi dan legitimasi untuk “mengerjai” Islam dan ulamanya,” ujarnya
Oleh sebab itu Habib Rizieq menyerukan agar segenap komponen ulama menolak keras usulan gila dan edan BNPT itu. Jika BNPT menjadikan Islam dan ulama sebagai musuh, dia juga menyerukan umat Islam untuk melakukan perlawanan. “Saya serukan segenap ulama untuk menolak keras usulan gila dan rencana edan tersebut.”
Lucu. Sedih. Tragis. Beginilah kalau ruwaibidhah sudah bicara. Inilah salah satu tanda akhir zaman.
Apa itu ruwaibidhah?
Imam Ibnu Majah meriwayatkan dalam Sunan-nya. Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata, Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata, Abdul Malik bin Qudamah al-Jumahi menuturkan kepada kami dari Ishaq bin Abil Farrat dari al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah). Wallahu a’lam.*/Anugrah Roby Syahputra, penulis adalah Ketua Divisi Kaderisasi Forum Lingkar Pena Aceh, bergiat juga di Lingkar Studi Ulee Kareeng (eLSUKa)