Hidayatullah.com–Film merupakan ekspresi budaya yang membangun karakter bangsa. Lantaran itu, Wakil Menteri Pendidikan Bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti menabuhkan genderang perang terhadap produksi film-film murahan banyak beredar di bioskop di Tanah Air beberapa waktu terakhir.
“Film-film yang membodohkan masyarakat dan membuat bangsa ini dianggap bangsa primitif oleh bangsa lain karena tidak mampu membuat film dengan baik. Padahal begitu banyak ide-ide yang bisa digali tentang toleransi kearifan lokal, yang jujur dan benar akan memenangkan kehidupan. Film dapat menjadi media strategis untuk mentransformasikan inspirasi bagi generasi muda,” katanya pada jumpa pers terkait penyelenggaraan Apresiasi Film Indonesia (AFI) di Jakarta dikutip Antara.
Wiendu meyakini film sebagai media strategis mentransformasikan inspirasi pada generasi muda. Lantaran itu, ia akan menekan lahirnya film-film murahan alias tak berkualitas, seperti mengumbar seks, komedi berbau pornografi, dan horor.
Untuk mendorong munculnya film berkualitas, Kemdikbud juga akan menggelar lomba Apresiasi Film Indonesia (AFI) yang mengangkat tema Nilai Budaya, kearifan Lokal dan pembangunan Kakarakter Bangsa.
“Kami ingin AFI menjadi ajang penyegaran dan pembelajaran sineas dan insan perfilman terhadap isi cerita untuk mengenalkan lebih dalam nilai-nilai toleransi, keberagaman, kearifan lokal dan Cinta Tanah Air sekaligus akan memperkuat peran Lembaga Sensor Film (LSF),” katanya.
Ia mengatakan lomba penulisan skenario film akan dibatasi untuk cerita anak, nasionalisme, dan kepahlawanan. Total hadiah penulisan skenario sejumlah Rp180 juta, di mana praktisi perfilman dan masyarakat umum pun dapat mengikuti.
Film yang dapat menjadi peserta diproduksi dalam kurun waktu dua tahun. Pendaftaran film dimulai pada 5 Oktober-27 Oktober, penjurian 29 Oktober–14 November, dan malam anugerah digelar pada 25 November mendatang.
Pemerintah juga akan menyebar luaskan film-film berkualitas untuk ditayangkan di kawasan 3 T (Tertinggal, Terluar, Terpencil) dengan program Fasilitasi Biora dan membeli lisensi film. Beberapa film termasuk kategori itu seperti Negeri 5 Menara, Laskar Pelangi, Garuda di Dadaku, Sang Pemimpi, dan atau Ayat-Ayat Cinta. Kemdikbud akan memutar film-film unggulan itu dengan 20 mobil sinema ke kawasan 3 T.
Sementara itu, Wakil dari lembaga Sensor Film Nunus Supardi mengatakan film-film horor dan berbau kekerasan sebelum tahun 2010 dan jumlahnya mencapai lebih dari 100 film dengan berbagai judul ‘aneh-aneh.
“Kami memang termasuk bangsa yang memprihatinkan karena sedikit sekali menghasilkan film-film yang mengangkat tema kearifan lokal, kebudayaan bangsa yang kaya dan beragam. Kami harus belajar ke negara lain seperti India dengan industri film Bollywood, tentu saja Amerika dengan Hollywood dan bahkan dunia perfilman Nigeria sekarang maju melalui Nollywood,” katanya.
Film-film yang dihasilkan oleh tiga industri perfilman tersebut Hollywood, Bollywood dan Nollywood sebanyak 56 persen menggunakan bahasa lokal dan mengangkat tema-tema budaya lokal.
“Kalau orang kulit putih mempunyai gaya hidup dengan segala romantikanya kemudian dibuatkan film-nya agar bangsa-bangsa lain mengetahuinya dan bahkan kemudian ditiru menjadi trend seluruh dunia, justru India dan Nigeria cepat sadar dengan memproduksi film-film yang mengangkat tema lokal akhirnya juga dikenal ke seluruh dunia,” tambahnya.*