Hidayatullah.com–Salah satu Lembaga Bantuan Hukum di Yogyakarta menilai Undang-undang Pendidikan No. 12 Tahun 2012 muncul karena pesanan perusahaan-perusahaan, baik perusahaan nasional maupun asing.
Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua LBH Yogyakarta, Ahmad Asrul Maro saat menjadi narasumber diskusi nasional dalam acara Dies Natalis Pusat Studi dan Konusultasi Hukum (PSKH) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan tema “Quo Vadis Undang-undang Pendidikan No. 12 Tahun 2012” pada Sabtu, 3 November 2012 kemarin.
“Undang-undang Pendidikan No. 12 Tahun 2012 lahir karena adanya politisi undang-undang dan juga pesanan dari perusahaan-perusahaan untuk menggoalkan undang-undang tersebut,” ujarnya dalam acara yang deselenggarakan di Gedung Suka Resto kampus setempat.
“Dari adanya hal tersebut dinilai ada semacam jual-beli pasal,” kata Asrul. Ia mengatakan, dalam pasal 65 Undang-undang tersebut, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berbentuk badan hukum, ini berarti PTN dalam pandangan hukum bisnis seperti Perseroan Terbatas (PT).
“Jika PTN dijadikan seperti perusahaan, maka otomatis ada profit oriented,” kata Asrul. Ia menambahkan, PTN jika sudah demikian maka PTN akan menjualkan saham kepada pihak-pihak yang menginginkannya.
Tidak dipungkiri, ini akan berdampak buruk kepada dunia pendidikan, ungkap Asrul. Dampak yang pasti terjadi adalah biaya pendidikan akan semakin naik, karena untuk memperbesar hasil (profit) yang diinginkan, tambahnya.
Kaitannya dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah berhak untuk mengatur pula dalam bidang pendidikannya. Ini pun menurut dia menjadi polemik tersendiri. Menurut Nasrul, setiap daerah memiliki kemampuan ekonomi masing-masing, jika PTN sudah seperti PT maka tidak menutup kemungkinan PTN pun bisa mengalami pailit, seperti hanya pada PT. Ini yang ia sayangkan.
Hadir pula sebagai narasumber diskusi tersebut, Ketua Bidang Pendidikan Menengah Yogyakarta Wahyuni, ia mengamini pernyataan Ahmd Nasrul tersebut. Kata Wahyuni, setiap daerah memiliki PAD yang berbeda-beda, di DIY bisa dikatakan cukup tinggi, namun di luar DIY kemungkinan lebih rendah. Dengan adanya PTN dijadikan seperti PT maka perguruan tinggi di luar DIY yang PAD-nya lebih rendah, dimungkinkan akan mudah mengalami kesulitan dalam operasional, imbuhnya.
Acara tersebut dihadiri sekitar 60 peserta yang berasal dari mahasiswa delegasi fakultas hukum dari berbagai kampus se-DIY. Hadir pula mahasiswa dari organisasi Persatuan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Cabang Yogyakarta.*/Muhsin