Hidayatullah.com–Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) membantah pernyataan sejumlah pihak, bahwa pemerintah telah melakukan pembayaran sebesar Rp 38 triliun terkait kenaikan 14 kuota IMF (14th IMF Quota Reform).
“Tidak ada pembayaran sebesar Rp 38 triliun atas 14th IMF Quota Reform pada APBN 2013,” tegas keterangan pers Kementerian Keuangan RI di Jakarta, Senin (17/06/2013) dikutip laman Sekretariat Negara.
Terhadap tuduhan yang bersumber dari statemen Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) itu, pemerintah menegaskan juga, bahwa tidak ada pembayaran Rp 38 triliun melalui cadangan devisa yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
“Sesuai dengan asas transparansi dan tata kelola yang baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2007, pembayaran atas kewajiban dan investasi kepada pihak terkait bak di dalam maupun di luar negeri dilakukan dengan mekanisme ketentuan yang berlaku, termasuk pengajuan anggaran untuk mendapatkan persetujuan DPR,” jelas Kementerian Keuangan dalam keterangan pers itu.
Disebutkan dalam keterangan pers itu, Reformasi Kuota IMF ke-14 adalah hasil perjuangan berat negara-negara berkembang, termasuk yang dilakukan oleh Indonesia di forum-forum multilateral, G-20 dan sidang-sidang IMF, hingga akhirnya membuahkan hasil dengan meningkatnya kuota negara-negara berkembang dari 44% suara menjadi 47% suara. Namun Indonesia dan negara berkembang lainnya berpandangan bahwa hasil ini masih belum cukup, sehingga terus berjuang agar bisa memiliki mayoritas suara di IMF.
Terkait dengan persetujuan Indonesia pada 14th IMF Quota Reform, Kementerian Keuangan menegaskan, hal ini bukan berarti secara otomatis melakukan pembayaran karena pembayaran sangat bergantung pada kemampuan anggota.
Menurut keterangan pers Kementerian Keuangan itu, pembayaran untuk kuota Indonesia dalam struktur baru adalah sekitar 0,97% atau setara dengan peningkatan dana sebesar Rp 38 triliun yang dilakukan melalui penempatan devisa, bukan dari APBN.
“Penempatan devisa itu tidak mengurangi jumlah devisa Indonesia yang dikelola Bank Indonesia,” tegas Kementerian Keuangan sembari menyebutkan, jika pembayaran tersebut akan dikonsultasikan dengan pihak DPR-RI sesuai mekanisme yang diatur dalam ketentuan yang berlaku.*