Hidayatullah.com—Anggota Komisioner Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Maneger Nasuition mengecam keras kudeta militer di Mesir yang menggulingkan mantan Presiden Mohamad Mursy yang terpilih secara sah melalui mekanisme demokrasi.
“Saya mengecam sikap Barat dan Parlemen Eropa karena tidak “tulus“ menyebut penggulingan itu sebagai kudeta. Mereka mengabaikan nilai-nilainya sendiri dengan tidak menyebut intervensi militer di Mesir sebagai kudeta,” ujar Maneger Nasution dalam rilisnya yang dikirim ke redaksi hidayatullah.com, Ahad (07/07/2013).
Menurutnya, kasus di Mesir ini adalah alat uji ketulusan Barat dan Eropa yang dinilai telah gagal.
“Ini adalah kejahatan kemanusiaan dan sebagai pengkhianatan demokrasi terbesar abad ini.“
Kudeta militer dinilai akan menjadi bencana bagi masa depan Mesir. Militer yang tampaknya “mundur” dari politik setelah lengsernya Husni Mubarak (Februari 2011) telah kembali melangkah ke arena kekuasaan. Kudeta militer juga dinilai telah menjadi intervensi penghancuran politik negara Mesir yang baru saja menghirup udara demokrasi untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade.
Komnas HAM RI juga menyampaikan ucapan duka kemanusiaan atas jatuhnya korban 17 orang tewas dan lebih dari 460 cedera akibat dalam bentrokan pada Jumat, seperti yang dilaporkan Kementerian Kesehatan Mesir.
Komnas HAM RI mengimbau kepada masyarakat dunia untuk mengutuk keras kudeta militer terhadap pemerintahan yang sah dan berdaulat di Mesir.
“Saya menyayangkan standar ganda PBB melalui sekjen-nya soal kudeta di Mesir. Ban Ki Mon “membiarkan” kudeta di Mesir dan melihatnya sebagai bentuk pengungkapan kebebasan bersuara. Berbeda sekali saat kudeta militer di Niger (2010) Uni Eropa, AS, dan Prancis menghimbau Niger dengan selekasnya memulihkan tata tertib UUD. Pada 2012 mereka juga mengecam kudeta militer di Afrika Barat, Mali. Gedung Putih juga mengecam keras kudeta militer di Guinea mereka mengecam militer Bissau yang merebut kekuasaan dari kepemimpinan negara sipil. Negara-negara barat juga setali tiga uang, pada satu sisi mengagungkan demokrasi, namun pada kasus Mesir hanya diam seribu bahasa.”
Ia berharap Presiden RI memberikan lagi sikap lebih lugas lagi soal krisis Mesir ini, karena fatsun politik Indonesia adalah bebas aktif. Indonesia juga diminta berperan aktif dalam menciptakan ketertiban dunia sesuai amanah UUD 1945.*