Hidayatullah.com—Indonesia diharapkan bias membantu secara aktif krisis yang kini terjadi di Timur Tengah. Demikian salah satu kesimpulan pengajian PP Muhammadiyah, hari Jumat (06/09/2013) yang menghadirkan pengamat militer Prof. Dr. Salim Said serta Bekas Ketua BKSAP DPR RI Dr. H. Hidayat Nurwahid.
Acara yang bertempat di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, pengajian bertemakan “Krisis Politik Timur Tengah”, dibuka oleh Prof. Dr. Din Syamsuddin dan dilanjutkan dengan tanggapan beberapa tokoh seusai pemaparan para pembicara. Mantan Menpora Era Gus Dur, Mahadi Sinambela, Politikus Partai Demokrat Ahmad Mubarok, politikus PPP KH Ali Hardi Kyai Demak, dan beberapa tokoh lain hadir dalam Pengajian ini.
“Memang krisis di Timur Tengah, khususnya di Mesir, sarat akan kepentingan Barat, dalam hal ini Amerika Serikat. Beberapa Negara Islam pun, kini terpecah menjadi dua. Mau mendukung Mesir, atau mendukung Amerika,”ujar Din dikutip laman Muhammadiyah.
Disebutkan, Indonesia memang seharusnya bersikap jelas atas krisis tersebut. Indonesia harus memihak kepada kebenaran, dan tidak boleh diam. Pemerintah harus ambil bagian untuk membantu Mesir. Intinya harus berperan aktif.
“Pada beberapa kali pertemuan di luar Negeri, kami lakukan banyak pembahasan, agar bisa bantu stabilisasi politik di Timur Tengah. Banyak tokoh dunia, ingin membantu krisis itu. Kami tentu tidak ingin negeri itu menjadi perang saudara berkepanjangan,”kata Din.
Sementara itu Hidayat Nur Wahid mengatakan, bahwa apapun yg terjadi di Timteng selama ini, sebenarnya adalah hanya untuk menjaga kepentingan Israel dan Amerika.
“Hal itulah yang kemudian menyebabkan banyak negara ribet. Kita yg berada di jauh, seharusnya lebih jernih. Harus banyak berperan. Tapi kenapa Indonesia tidak banyak berperan, ini akhirnya banyak memunculkan?”sergah HNW, panggilan akrab Hidayat Nur Wahid.
“Sekedar diketahui, sekarang sungguh yang kita hadapi adalah dilema. Umat ini dibuat tak ada Pilihan. Mau pake demokrasi atau tidak, dua-duanya akan dibabat saja oleh Barat. Ini memilukan,”tambah HNW.
“Itulah contoh bagaimana Barat mengobok-obok demokrasi di Negeri Islam. Bahkan yang terjadi di negeri-negeri Islam kini dijadikan konflik dan ledakan bom dengan alasan terorisme. Islam jelas tidak mengajarkan terorisme. Ketika terorisme hidup di Negeri Muslim, ini memang keinginan mereka,”ujarnya.
Pembicara lain, Prof. Dr. Salim Said mengakui, bahwa di Timur Tengah tak pernah ada demokrasi. Oleh karena itu, ketika ada kesempatan demokrasi, dan pengalaman politik rendah, maka hasilnya tentu akan sangat fatal.
“Dan Mursy sepertinya tidak banyak mempelajari politik militer di negaranya. Sehingga As Sisi mudah menggulingkannya,”tutup Said.
Sementara itu, usai acara ini, Din Syamsuddin hari ini, Sabtu (07/09/2013) langsung menuju Kuala Lumpur, Malaysia, dalam rangka berbicara pada Konferensi Internasional tentang Islamic Resurgence: Challenges, Prospect anda The Way Forward, yang diselenggarakan oleh Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM).
Pertemuan ini diikuti lebih dari 600 peserta berbagai kalangan, yang memenuhi auditorium Jubile Perak, Gedung Sultan Shah Abdul Aziz, Shah Alam, Selangor. Diantara mereka, terdapat para tokoh senior ABIM, serta sejumlah peserta dari mancanegara.
Pembukaan Konferensi Internasional ini sendiri dibuka secara resmi oleh Presiden ABIM pertama, Dato Seri Dr. Anwar Ibrahim.
Din berbicara pada sesi pertama tentang Islamic Resurgence: Indonesian Experience.*