Hidayatullah.com–āBiasakan banyak baca, banyak berdiskusi, banyak bersilaturahmi dan banyak berjalan-jalan,ā kata Direktur Instititut Jurnalistik At Taqwa itu memberikan motivasi dan tips-tips menulis Nuim Hidayat dalam training jurnalistik sehari di Rumah Makan Hefchick, Komplek Pelni, Blok A, No 11, Cimanggis, Depok,kemarin.
āKotak manfaat itu yang menentukan apakah kita cepat bosan atau nggak dalam membaca,āterangnya dalam acara āTop Training Jurnalistikā yang diselenggarakan oleh Institut Jurnalistik At Taqwa ini.
Menurut Nuim,Ā dengan membaca seseorang mendapatkan secara tidak sengaja perbendaharaan kosa kata, gaya kalimat dan gaya penulisan.
āRiset peneliti Dr Stephen membuktikan bahwa seseorang menjadi penulis karena banyak membaca.ā
Nuim juga mengutip perkataan Sayidina Ali, āIkatlah ilmu dengan menuliskannya.ā
Dan pernyataan Imam Syafii bahwa bodoh orang yang memburu kijang liar di hutan, mendapatkan tapi tidak mengikatnya. Begitulah ilmu bila tidak ditulis.
Seorang sahabat Said bin Jubair menyatakan bahwa ia menulis hadits Rasulullah kadang di tangan dan kulit sepatunya. Bapaknya menasehatkan,
āHafalkanlah. Tertutama tulislah. Bila engkau lupa, maka tulisanmu akan membantumu.ā
Penulis Harry Potter, JK Rowling mengungkapkan bahwa ia menulis tiap hari kadang berjam-jam, kadang sebentar saja. Penulis lain menyarankan bahwa menulis ibarat menabung, karena data-data yang kita tulis itu akan kita butuhkan suatu hari nanti. Meski demikian, bila menulis artikel pendek usahakan hari itu selesai. āKarena satu pekerjaan selesai, lebih baik daripada seratus pekerjaan yang tidak diselesaikan.ā
Al-Quran dan Hadits
Selain Nuim Hidayat, acara juga menghadirkanĀ Redaktur Pelaksana Gatra Herry Mohammad, memberikan banyak cerita tentang kisah suka duka wartawan di lapangan.
Ia menegaskan sebagai wartawan Muslim, yang pertama harus dikuasai adalah Al-Quran dan Hadits. Sehingga bila menulis, tidak lari dari dua dasar itu.
Sifat wartawan, menurutnya adalah skeptis. Yakni mempertanyakan kebenaran, peristiwa atau pernyataan yang terjadi. Mesti harus senantiasa cek dan ricek terhadap sesuatu. Tidak percaya begitu saja.
Karena itu wartawan harus senantiasa bergelut dengan data, pustaka, sumber berita dan hal-hal yang terkait padanya.
Sementara itu, Dr Adian Husaini, melakukan tes langsung penulisan kepada para peserta.
Masing-masing peserta diperintahkan untuk menulis bebas yang sifatnya ilmiah popular. Setelah mereka selesai, ia mengoreksi satu persatu tulisan mereka. Baik mengenai judul, penggunaan kata-kalimat, efektifitas kata dan lain-lain.
Ia juga memberikan tips-tips dalam menuliskan opini. Di antaranya adalah membidik hal yang paling lemah lawan.
Seperti bila menulis tentang kelemahan kontes ratu-ratuan, ternyata ditemukan kontes vagina, maka harus diungkapkan. Begitu juga mesti diungkap tentang ukuran kecantikan yang njlimet tidak rasional, misalnya tentang bentuk hidung, wajah, dada dan sebagainya.
Di akhir acara para peserta merasa puas dengan āTop Training Jurnalistik iniā. Para trainer juga berpesan agar peserta mesti rajin menulis tiap hari, untuk menjadi penulis yang hebat. Dan jangan pernah malas untuk memulai menulis. Mood harus dilawan. Training ini rencananya akan terus berlanjut tiap bulan. Dengan spesifikasi berikutnya: jurnalistik buku, jurnalistik televisi, jurnalistik majalah dan lain-lain.*/NH