Hidayatullah.com–Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Maneger Nasution mengkritisi pendidikan HAM di Indonesia, khususnya konsep pendidikan HAM yang dituangkan dalam buku Pendidikan HAM yang diterbitkan oleh Komnas HAM Indonesia sejak tahun 2000 lalu.
Menurut Maneger, sebagai ajaran yang kaffatan linnas wa rahmatan lil alamin, Islam jauh-jauh hari sudah mengajarkan nilai-nilai peradaban yang begitu agung. Islam bahkan mampu mengayomi seluruh hajat manusia, bahkan segenap makhluk hidup yang ada sekalipun.
“Apa yang masyarakat Indonesia rasakan sekarang adalah buah dari pendidikan HAM yang berbau sekuler dan liberal,” ucap Maneger di ruang Sidang Promosi Doktor Pendidikan Islam Kampus Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, belum lama ini.
Di hadapan dewan penguji, Maneger Nasution dinyatakan berhasil mempertahankan disertasi yang disusunnya dengan judul “Pendidikan Hak Asasi Manusia di Indonesia dalam Perspektif Pendidikan Islam”.
Dalam paparannya, Maneger menyampaikan berbagai persoalan HAM di Indonesia. Ibarat puncak gunung es, deretan persoalan bangsa mulai dari wanita tuna susila (WTS), para pezina yang tidak dihukum tegas, narkoba, Miss World, kawin beda agama, kawin sejenis, dan seterusnya hanyalah kumpulan masalah yang tampak di permukaan saja.
“Sebab konsep pendidikannya sudah keliru sejak awal,” ujar pria yang terpilih menjadi anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk periode 2012-2017 ini.
Lebih jauh Maneger mengurai beberapa poin dalam buku Pendidikan HAM yang, menurutnya, sangat rancu dibanding Pendidikan HAM menurut syariat Islam. Sebagai contoh misalnya, isu HAM Perkawinan Beda Agama. Pada hal. 41 tertulis Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Duham) Pasal 16 ayat (1); “Pria dan wanita dewasa dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak nikah dan membentuk keluarga”.
Sedang dalam syariat Islam, agama tidak membatasi perkawinan karena etnis, suku, dan bangsa. Tetapi membatasi soal agama, sebagai dalam Surah al-Baqarah [2] : 221.
Atau dalam isu Human Dignity, pada hal 39 tertulis DUHAM Pasal 1: “Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat yang sama.” Sedang dalam Pendidikan HAM ajaran Islam disebut, martabat manusia harus berdasarkan ketentuan Allah, bukan pada produk manusia. Contoh, kriteria orang mulia adalah orang yang paling bertakwa (Surah al-Hujurat [49] : 13) dan orang yang berilmu (Surah al-Mujadilah [58] : 11).
Menariknya, masih menurut Maneger, apa yang ia sebut sebagai Pendidikan HAM berbasis syariat Islam tak lain adalah pendidikan HAM yang konstitusional di negara Indonesia. Sebab seluruhnya telah terangkum dalam pasal ke-2, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia tak lain adalah penjabaran dari nilai-nilai Islam itu sendiri.
Maneger dinobatkan sebagai seorang doktor bidang pendidikan Islam dengan predikat Cumlaude. Ia adalah doktor lulusan yang ke-70 di Fakultas Pasca Sarjana UIKA Bogor.
Bagi Maneger, gelar akademik tersebut adalah amanah yang sangat berat.
“Saya hanya memohon doa dari seluruh hadirin yang ada. Semoga ilmu ini benar-benar bisa bermanfaat bagi agama dan bangsa Indonesia,” ujar mantan Wakil Ketua Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama MUI Pusat ini.*/Masykur