Hidayatullah.com–Banyak kalangan umat Islam terkecoh seolah ajaran Syiah sama dengan Ahlus Sunnah (Sunni). Padahal, perbedaannya dengan masuk tahap paling mendasar, akidah.
“Kita banyak temukan paparan di berbagai buku Syiah yang berujung pada pengkafiran Ahlus Sunnah,” demikian disampaikan Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, saat bedah buku “Teologi dan Ajaran Syiah Menurut Referensi Induknya”, Ahad (2/11) di Hotel Sofyan Betawi, Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat.
Menurutnya, kebingungan karena terjasi seiiring wacana pluralisme begitu gencarnya menjunjung sikap toleransi diatas perbedaan.
Atas nama Hak Asasi Manusia (HAM), menganggap pihak lain keliru karena perbedaan ideologi, menjadi hal tabu.
Padahal, penegasan itu penting dikemukakan, apalagi terkait penyimpangan akidah. Pada akhirnya, terjadi kebingungan ditengah umat Islam, menerimanya menjadi bagian Ahlus Sunnah atau memposisikan Syiah sebagai agama tersendiri.
Seorang peserta, Fahim, mahasiswa LIPIA, Jakarta sempat menanyakan, apa yang harus ia lakukan untuk menjelaskan perilah Syiah.
Ia bercerita, salah seorang pamannya sempat menyatakan, suatu sikap tidak bijak jika menganggap Syiah sesat. Lebih jauh, pamannya bahkan menganggap dirinya sudah menganut paham Wahabi hanya karena merujuk pada buku yang menyatakan kesesatan Syiah.
“Coba tanya Paman, tahu nggak rukun imannya orang Syiah? Salah satu rukun imannya adalah Imamah, yakni mengimani Ali dan anak-anaknya. Jika tidak mengimani Ali, maka kafir,” kata Hamid menjelaskan pada Fahim.
Menurut Hamid, Imamah dalam Syiah merupakan rukun iman yang menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin Islam dan dunia setelah Nabi Muhammad.
Menghadapi pembelaan terhadap Syiah, lanjut Hamid, mudah saja. Ajak berdiskusi yang menyentuh logika berpikir. Jika saja umat Islam jeli, akan mendapati ajaran itu rancu.
Seperti doktrin kemaksuman Imam yang menjadi hal terpenting dalam ajaran Syiah. Kemaksuman menjadi salah satu syarat Imam Syiah. Kemaksuman diartikan sebagai kondisi seseorang yang terjaga dari kesalahan, kelalaian dan kelupaan. Padahal, menurut Al Quran, satu-satunya manusia maksum adalah Nabi Muhammad.* rias