Hidayatullah.com—Momen pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) dan M Jusuf Kalla dinilai kesempatan Indonesia sebagai peluang Indonesia untuk meningkatkan sektor tradable, yaitu sektor yang dapat menghasilkan devisa.
Demikian peryataan Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah (MEK), Syafrudin Anhar dalam rilisnya terkait pandangan ekonomi Indonesia 2015.
“Selama ini pemerintah dalam pengembangan ekonomi lebih didorong oleh sektor non-tradable (sektor ekonomi yang tidak dapat diperdagangkan seperti sektor keuangan dan jasa). Ini menjadi tidak wajar karena Indonesia adalah negara yang berbasis sumber daya alam,” demikian ujar Syafrudin Anhar.
Semestinya sektor tradable itu di atas pertumbuhan (Produk Domestik Bruto) rata-rata. Untuk mendorong adanya sektor tradable, maka pemerintah harus betul-betul memelihara atau menjaga kemampuan produksi dalam negeri khususnya produksi dalam bidang pangan dan komoditas manufaktur.
Jika sektor tradable tidak tidak dikembangkan oleh pemerintah yang terjadi adalah ketimpangan dan hal ini menjadikan permasalahan pada perekonomian nasional, hal ini kata Syafrudin terbukti melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan sekaligus berdampak pada transaksi neraca fiskal negara.
“Maka dari itu dengan fokus pada peningkatan sektor tradable maka pemerintah akan meningkatkan sekaligus memperbaiki keuangan fiskal,”tuturnya.
Ia menambahkan, dengan adanya fokus pemerintah dalam meningkatkan sektor tradable, bisa dijadikan strategi kebijakan pemerintah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dengan demikian pemerintah harus betul-betul memelihara atau menjaga kemampuan produksi dalam negeri khususnya produksi dalam bidang pangan dan komoditas manufaktur.
Syafrudin Anhar sepakat dengan progam pemerintah selama ini dengan menekankan adanya empat program pembangunan yaitu kemaritiman, ketahanan energi, ketahanan pangan dan pariwisata. Sektor-sektor tersebut merupakan konten dari sektor tradable dan pemerintah telah mengarahkan pada pembangunan industrialis sebagai pilihan kebijakan ekonominya.
Dalam kajian MEK menyebutkan, perekonomian Indonesia masih mengalami perlambatan secara year-on-year,pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal-III 2014 hanya sebesar5,01%, tingkat pertumbuhan terendah sejak kuartal IV-2009.
Penurunan kinerja ekonomi ini sebagian disebabkan perkembangan ekonomi global yang masih lesu dan rendahnya pembentukan modal tetap bruto. Meskipun demikian, pada kuartal III-2014, surplus neraca pembayaran kembali meningkat yang disumbang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial. Begitu pula pada neraca perdagangan barang yang kembali surplus. Momentum-momentum ini yang bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintahan presiden Jokowi.*/Agus Yuliawan