Hidayatullah.com–Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono yang juga pendukung Presiden Joko Widodo, mendukung pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kembali dihidupkan alias diberlakukan.
“Kalau menurut saya, menghina presiden itu salah dong. Masa dipilih sendiri, begitu dipilih dan disuruh memimpin, malah dihina-hina? Di seluruh dunia itu, menghina presiden, ada pasalnya,” kata Hendropriyono, di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, bukan hanya penghinaan terhadap presiden, bahkan seseorang bila dihina orang lain itu maka si penghina selayaknya dihukum.
“Kalau orang dihina orang lain, orang yang menghina harus dihukum. Kalau (penghinaan) kepada presiden, sangat tipis (bedanya) dengan (penghinaan) kepada pribadi,” ujarnya dikutip Antara.
Purnawirawan letnan jenderal TNI yang juga ayah mertua dari Komandan Pasukan Pengamanan Presiden Markas Besar TNI, Mayor Jenderal TNI Andhika Perkas ini tidak risau dengan anggapan bila pasal penghinaan disahkan akan membungkam pihak-pihak pengkritik presiden.
“Nggak (kuatir). Harus dibedakan antara mengkritik dan menghina. Dan harus jelas dalam UU, perbedaan keduanya,” imbuhnya.
Sebelumnya Jokowi mengaku sering menjadi obyek ejekan hingga cacian sejak menjabat Wali Kota Solo hingga kini menjadi Presiden. Namun, dia menyatakan tak akan memidanakan para penghinanya itu.
“Kalau saya sejak Wali Kota, jadi Gubernur (DKI Jakarta), jadi Presiden itu yang namanya diejek, dicemooh, dicaci sudah makanan sehari-hari,” ujar Jokowi di Pelabuhan Kali Adem, Jakarta Utara, Selasa (4/8/2015) dikutip Kompas.
Jokowi mengaku dirinya bisa saja memidanakan para penghinanya itu. Namun, hal tersebut tidak dia lakukan.
“Ribuan (pelaku penghinaan) kalau kayak gitu, kalau saya mau (laporkan ke polisi). Tapi, sampai detik ini, hal tersebut kan tidak saya lakukan,” kata Jokowi mengomentari soal pengajuan pasal penghinaan presiden dalam revisi UU KUHP yang dilakukan pemerintah.
Karena itu, Jokowi mendukung adanya penerapan pasal itu.
Jokowi mengajukan 786 pasal dalam RUU KUHP ke DPR untuk disetujui menjadi UU KUHP. Dari ratusan pasal yang diajukan itu, Jokowi menyelipkan satu pasal mengenai penghinaan presiden dan wakil presiden. Pasal itu sebenarnya sudah dihapuskan Mahkamah Konstitusi sejak 2006.
Pasal tersebut tercantum dalam pasal 263 ayat 1 RUU KUHP, yaitu “Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV”.
Pasal selanjutnya semakin memperluas ruang lingkup pasal penghinaan presiden yang tertuang dalam RUU KUHP, seperti dalam pasal 264, yang berbunyi:
“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV“.*